Minggu, 04 Maret 2012

‘BERJUANG’ DI PARLEMEN (BAG. II)

     Sang anggota dewan yang 'alim ini berang, marah karena Allah, dan memarahi para petugas. Tetapi si petugas berkata kepadanya dengan santainya: Kami hanya melaksanakan undang-undang yang kalian tetapkan di parlemen. Akhirnya si wakil yang 'alim ini mengetahui bahwa meskipun banyaknya orang yang menyuarakan penerapan syariat, dan meskipun itu didukung oleh Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya, maka sesungguhnya harapan-harapan akan penegakkan syariat itu tidak mungkin terealisasi kecuali lewat jalur parlemen yang mereka namakan kekuasaan legislatif. 
 Dan dikarenakan badan yudikatif itu tidak memutuskan kecuali dengan undang-undang yang bersumber dari parlemen, serta karena kekuasaan eksekutif tidak akan bergerak untuk melindungi Alquran dan Assunnah dan tidak pula bergerak melindungi Islam kecuali dalam batas kesucian apa yang telah diakui oleh parlemen, maka sang 'alim ini meyakini bahwa mencapai tujuan ini adalah sangat mungkin, bila para anggota perlemen mengetahui bahwa ini adalah firman Allah, sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, dan hukum Islam yang wajib diterapkan. Berangkatlah sang anggota dewan yang 'alim ini. 
     Kemudian dia mengajukan program penetapan undang-undang untuk menegakkan hudud, yang meliputi program penetapan undang-undang untuk mengharamkan riba, program penetapan undang-undang untuk menertibkan sarana-sarana informasi agar sesuai dengan hukum-hukum Allah, program penetapan undang-undang untuk menghormati kesucian bulan Ramadhan dan tidak terang-terangan melakukan pembatal shaum di siangnya, program penetapan undang-undang untuk membersihkan pantai-pantai wisata dari hal-hal porno/cabul/keji/dan lain-lain, serta program-program Islamiyah lainnya. 
     Program-program ini di samping ditandatangani olehnya, juga ikut ditandatangani juga sejumlah anggota parlemen. Suatu ketika anggota dewan yang 'alim ini berangkat untuk menunaikan umrah, dan disertai sebagian anggota parlemen itu. Di sisi Hajar Aswad mereka berjanji kepada Allah untuk selalu memperjuangkan syariat Allah di parlemen. Kemudian mereka naik pesawat menuju Al Madinah Al Munawwarah, dan di sana juga mereka saling berjanji setia untuk menyuarakan suara-suara mereka demi membela syariat Allah bukan membela partai-partainya. Ternyata setelah mereka pulang dari umrah, mereka mendapati bahwa berbagai pelanggaran syariat telah dilegalkan oleh penguasa. Sang anggota dewan yang 'alim ini menyalahkan ketiga lembaga itu (eksekutif, yudikatif, dan eksekutif) atas pelegalan hal-hal yang diharamkan dan penyimpangan terhadap syari'at. 
     Dia mengancam Menteri Keadilan bahwa dia akan menggunakan hak interpelasinya terhadapnya, karena si menteri tidak menyerahkan apa yang telah diselesaikan berupa undang-undang pemberlakuan syari'at Islam. Dan si menteri itu tidak memenuhi apa yang diminta oleh sang anggota dewan tersebut, maka dia menginterpelasi sang menteri itu –Interpelasi dalam kamus parlemen adalah mengharuskan pejabat yang dimintai keterangan untuk menjawab apa yang diajukan oleh anggota parlemen selama keanggotaan si menteri itu belum gugur atau si menteri yang diinterpelasi belum keluar dari jabatan kementerian– dan si anggota dewan itu terus saja menginterpelasi si menteri dan celakanya pemerintah pun justru mendukung menterinya dan bersikeras berusaha untuk menggugurkan interpelasi itu. 
     Pada saat runcingnya hak interpelasi si anggota dewan itu, maka pemerintah merombak kabinetnya dan tidak ada yang diberhentikan dari jabatan menteri kecuali Menteri Keadilan itu. Jadi dia dicopot dari jabatannya supaya hak interpelasi itu itu menjadi gugur. Dan perlakuan ini sering berulang-ulang sehingga menjadi kaidah yang jitu bagi anggota kabinet dan eksekutif saat berhadapan dengan parlemen. Si anggota dewan itu kembali bertanya-tanya kepada para anggota dewan lain seraya berkata: Sesungguhnya proyek-proyek undang-undang Islam itu telah disimpan di laci-laci panitia, sedangkan kalian telah berjanji kepada Allah di Al Haramain untuk menjadikan suara-suara kalian ini bagi Allah dan Rasul-Nya. Dan si anggota dewan itu meminta mereka agar menandatangani untuk menuntut pemberlakuan secepatnya syariat Islam, maka mereka pun memenuhi permintaannya dan menandatangani apa yang dipinta oleh sang anggota dewan tersebut, kemudian sang anggota dewan yang 'alim ini menyimpan berkas persetujuan tersebut di sekretariat parlemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar