Minggu, 04 Maret 2012

‘BERJUANG’ DI PARLEMEN (BAG. I)

     Ini adalah makalah Dr. Ahmad Ibrahim Khidhr yang disebar dalam edisi ke-66 dalam Majalah Al Bayan yang diterbitkan oleh Al Muntada Al Islami di London. 
    Saya tidak pernah menduga bahwa apa yang telah Allah tetapkan di dalam Kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya saw. harus membutuhkan persetujuan hamba-hamba Allah. Akan tetapi saya dikejutkan bahwa firman Ar Rabb Yang Maha Tinggi itu senantiasa berada di dalam mushaf –tetap memiliki kesucian di hati-hati kami– sampai hamba-hamba Allah di parlemen menyetujui untuk menjadikan firman Allah itu sebagai undang-undang.      
     Bila ketetapan hamba-hamba Allah di parlemen itu berselisih tentang hukum Allah di dalam Alquran maka sesungguhnya keputusan hamba-hamba Allah itu akan menjadi undang-undang yang dijadikan acuan dalam lembaga yudikatif yang penerapannya mendapat jaminan dari lembaga eksekutif, meskipun itu bertentangan dengan Alquran dan Assunnah. Dan bukti atas hal itu adalah bahwa Allah SWT telah mengharamkan khamr. Akan tetapi parlemen justru mengizinkannya/melegalkannya, dan Allah juga telah memerintahkan penegakkan hudud, akan tetapi parlemen menggugurkannya. Hasil yang ada sesuai dengan contoh-contoh itu adalah bahwa apa yang ditetapkan oleh parlemen telah menjadi qanun (undang-undang) meskipun itu bersebrangan dengan Islam. 
    Kalimat di atas adalah kesimpulan salah seorang ulama Islam yang pernah duduk di kursi parlemen sebagai wakil rakyat selama delapan tahun. Anggota dewan yang 'alim ini dahulu telah merasakan akan pentingnya ceramah di atas mimbar-mimbar, dan pentingnya menulis di koran-koran. Setelah lama dia hidup menjalani metode-metode itu (yaitu menulis dan ceramah), dia semakin yakin akan pengaruh hasil yang dicapainya. Akan tetapi dia merasakan bahwa sekedar menulis dan ceramah saja tidak bisa menghasilkan perubahan yang konkret/riil dalam undang-undang dan pengaruh yang berkesinambungan dalam kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif. 
      Maka akhirnya dia mencalonkan dirinya untuk menjadi anggota parlemen dalam rangka mencari metode baru untuk tujuan meninggikan kalimat Allah SWT dengan pemberlakuan/penerapan syariat Islamiyyah, ini untuk menyelamatkan hamba-hamba Allah dari kesesatan, dan melepaskan mereka dari kebatilan, serta merangkulnya ke dalam haribaan Islam. Jadi, sang ‘alim ini mengubah metodenya, yang semula hanya melalui tulisan dan ceramah, kini berjuang di parlemen. Akhirnya sang 'alim ini berhasil menjadi anggota parlemen setelah megikuti pemilu dengan jargon “Berikan suaramu kepadaku agar kami bisa membereskan dunia ini dengan agama”. 
    Dan orang-orang pun memberikan suara mereka kepadanya karena merasa percaya terhadapnya meskipun banyaknya cara-cara pemalsuan, dan manipulasi dalam pemilu-pemilu itu. Maka keanggotaan sang 'alim ini terus berlangsung berturut-turut selam dua masa jabatan, kemudian setelah masa itu dia berkata: Sesungguhnya suara Islam itu sangatlah sulit mendapatkan gemanya di dua masa/priode ini. Sang 'alim ini suatu hari pergi menuju salah satu kantor kamtib untuk menyelesaikan kepentingan-kepentingan masyarakat. Kemudian dia dikagetkan bahwa di kantor rehabilitas moral ada tiga puluh wanita yang duduk di atas lantai. Maka dia bertanyam kepada para petugas: Apa kesalahan mereka? 
     Maka seorang petugas menjawab kepadanya: Sesungguhnya mereka itu adalah wanita-wanita jalang (PSK)," maka si 'alim bertanya lagi: Dan mana para laki-laki hidung belangnya? Karena itu adalah kriminal yang tidak mungkin dilakukan kecuali antara laki-laki pezina dengan wanita pezina," maka si petugas memberitahukannya bahwa si laki-laki pezina bagi mereka adalah hanyalah sekedar saksi bahwa dia telah melakukan zina dengan wanita ini dan dia telah memberinya bayaran atas hal itu, kemudian dia (si wanita) dikenakan hukuman, bukan karena dia telah berzina, akan tetapi karena dia telah meminta upah. Ternyata orang yang mengaku bahwa dirinya berzina telah berubah menjadi saksi atas si wanita, dan undang-undang tidak menoleh kepada pengakuan dia akan zina itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar