Minggu, 25 Oktober 2009

MILAD

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Sebelum masuk pada isi dari pembahasan ini, saya mau minta maaf dulu, boleh g????..... saya minta maaf karna salamnya ga pake bahsa arab, gpp kan?? Maklum saya belum belajar.. He3x… mau jadi penulis juga kan butuh proses. Setuju ga pin?? (Betul..betul.betul) tu kata ipin aj setuju….

Ok pembahasan kita hari ini adalah milad atau ultah, ultah tu pada tahu kan??.... Sebenarnya ini bukan ultah saya melainkan ultah dari sahabat saya tapi baru kepikiran untuk menulis sebuah artikel tentang ultah, met milad y sahabatku..

Kebanyakan, khususnya dikalangan remaja, ultah itu mereka artikan bahwa katenye ni “umur gw jadi bertambah, liat aje ni tinggi gw juga naek walaupun Cuma 1 cm”. Kata seorang temen. Tapi sebenarnya selain dari bertambahnya umur kita itu, mereka tidak menyadari bahwa dengan bertambahnya umur itu semakin berkurang juga jatah hidup kita didunia. (wah kaya BLT aj y pake jatah).

Coba aj mereka jadikan hari ultah itu sebagai hari untuk merenungkan diri, untuk apa sisa hidupku didunia? Aku hidup ni sudah senang. (Bagi yang senang, bagi yang belum Insya Allah akan dapat kesenangan di suatu hari nanti, amin). Mau apa lagi aku didunia? Apakah cukup dengan ini, dengan dosa yang udah numpuk bisa masuk syurga? Apakah aku sudah menjadi insan yang baik di mata Allah swt?... Maka dari itu ultah itu jadikanlah sebuah moment untuk merenungkan diri..

 Kapan sich waktu yang tepat untuk merenung?

Sebenarnya semua waktu itu tepat untuk dijadikan renungan tapi lebih afdol lagi (tulisannya bener g?? klo g kasih coment ye?) klo dilakukan pada sehabis shalat tahajud disaat hari ultahmu. Dijamin dech kamu akan nangis.. Percayalah!!! Percayalah!!!!

 Realita remaja sekarang.

Tapi kebanyakan realita remaja sekarang tuch, hari ultah dijadikan untuk bersenang-senang, hura-hura (kaya lagu elvi sukaesi y? tuch mah gula-gula), n yang lebih sering lagi buang-buang uang dan membubadzirkan makanan contohnya ceplok telor bukan di atas wajan untuk makan tapi di atas kepala orang yang ultah udah gitu ditaburin terigu atau sagu. (Bis itu tinggal kasih mentega simpan diatas loyang lalu masukan kedalam oven n tunggu beberapa saat). Coba apa manfaat dari semua itu? Saya kira ga ada manfaatnya, lebih baik uangnya untuk infak atau amalkan ke saya gitu untuk nebus kartu pelajar, He3x. Guys cobalah berfikir dewasa dikit n agak ke ustad2an atau ustadzah2an, maksudnya cobalah dengan ultah ini kita merenung, banyak bersedekah, jadikan hari ultah ini benar2 luar biasa (so spectacular) untukmu dan berguna untuk orang lain.
Sebagai para remaja, kita harus bisa berfikir semua itu dari sekarang jangan berfikir gimana nanti, itu adalah sebuah pemikiran yang salah. Cobalah dengan kita berulang tahun jadikan hari yang special ini sebagai hari yang penuh makna didalam kehidupan kita.
Wallahu’alam..

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

RENUNGKANLAH

Detik demi detik terlewati
Hari-hari pun silih berganti
Kita tak pernah menyadari
Bahwa kita hidup takkan lama lagi

Tak terasa kita sudah besar
Yang dahulu masih ditimang-timang
Apakah selama hidup kita ini sudah benar?
Apakah dengan semua ini kita senang?

Sobat…Jadikanlah hari ultahmu sebagai renungan
Jangan jadikan hari untuk bersenang-senang
Karna kita tak tahu
Apakah umur kita masih panjang




Puisi ini saya tulis khususnya untuk saya, dan paling special untuk sahabat saya dan para pengunjung blog saya…
Pesan saya jangan jadikan hari milad sebagai hari untuk bersenang-senang karna umur kita bertambah, tapi renungkanlah karna seiring dengan bertambahnya umur, semakin berkurang juga waktu kita hidup didunia..
Walahu’alam…

Jumat, 09 Oktober 2009

Kaum Muslim di Asia dan Eropa Jumlahnya Lebih Banyak dari Kaum Muslim di Negara-Negara Arab

Sebuah penelitian lembaga Amerika menemukan bahwa jumlah kaum Muslim di Asia dan Eropa ternyata jumlahnya lebih banyak dari pada jumlah kaum Muslim di negara-negara Arab. Dikatakan bahwa jumlah kaum Muslim di dunia mencapai 1,57 miliar orang.

Penelitian dengan judul “Peta Kaum Muslim di Dunia” yang disiapkan oleh The Pew Forum on Religion and Public Life menjelaskan bahwa sekitar seperempat dari penduduk dunia adalah Muslim. Mereka berada di daerah-daerah yang mungkin sebelumnya tidak terlintas dalam pikiran seseorang.

Dijelaskan bahwa India, yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, memiliki jumlah penduduk Muslim lebih banyak dari negara Islam yang manapun kecuali Indonesia dan Pakistan. Bahkan jumlah kaum Muslim di India dua kali lipat jumlah kaum Muslim di Mesir, yang diangap sebagai negara Arab terbesar dari segi populasi.

Seperti juga dijelaskan bahwa jumlah kaum Muslim di Cina lebih banyak dari jumlah kaum Muslim di Suriah; jumlah kaum Muslim di Jerman lebih banyak dari jumlah kaum Muslim di Lebanon; sedangkan jumlah kaum Muslim di Rusia lebih banyak dari jumlah kaum Muslim gabungan dari Yordania dan Libya. Ini seperti yang dilaporkan jaringan CNN.

Penelitian yang berlangsung tiga tahun ini menjelaskan bahwa sekitar dua pertiga dari kaum Muslim berada di Asia. Dan mereka menyebar di wilayah-wilayah yang membentang dari Turki di barat sampai Indonesia di timur.

Adapun kaum Muslim di Timur Tengah dan Afrika Utara, maka jumlah mereka tidak lebih dari seperlima jumlah kaum Muslim di seluruh dunia.

Penelitina tersebut hasilnya penuh dengan rincian menarik yang mengejutkan para peneliti; sehingga Alan Cooperman (Asisten Direktur dari Forum ini) mengatakan: “Ada negara-negara yang kami tidak percaya sama sekali bahwa ia negara Islam. Namun faktanya negara itu justru dihuni oleh sejumlah besar kaum Muslim,” seperti India, Rusia, dan Cina. Dikatakan bahwa seperlima kaum Muslim tinggal di negara-negara di mana kaum Muslim sebagai kelompok minoritas.

Dikatakan olehnya bahwa kebanyakan orang percaya bahwa mayoritas kaum Muslim yang tinggal di Eropa adalah para imigran, namun ini hanya berlaku untuk Eropa Barat. Sementara mereka yang berada wilayah-wilayah Eropa yang lain, seperti Rusia, Albania, dan Kosovo, maka kaum Muslim di negara-negara tersebut adalah penduduk asli (pribumi). Dijelaskan pula bahwa “lebih dari setengah kaum Muslim di Eropa adalah pribumi.”

Menurut hasil penelitian tersebut bahwa jumlah kaum Muslim di dunia sekitar 1,57 miliar Muslim, yakni 23 persen dari jumlah total penduduk dunia yang jumlahnya 6,8 miliar orang.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang sekomprehensif mungkin tentang populasi kaum Muslim di dunia. Mereka dalam melakukan penelitian ini berdasarkan pada data-data, statistik-statistik demografi, dan prediksi-prediksi yang berkaitan dengan hal ini, agar apa yang dihasilkannya dinilai sebagai “proyek terbesar dari yang jenisnya sejauh ini.” (mediaumat.com)

Minggu, 04 Oktober 2009

Macho Ala Rasulullah

Siapa bilang ikhwan itu nggak boleh tampil macho? Bukan cuma Brad Pitt yang bisa gitu, kamu-kamu yang ikhwan juga bisa en boleh tampil macho. Berpahala lagi.

Sarung, koko, peci, dan jenggot. Itulah sekilas gambaran penampilan ikhwan pengajian. Terus terang aja banyak orang risih en males ngeliatnya. Kaum cowok yang aktif ngaji ini konon punya prinsip, “yang penting hati, bukan penampilan”. Nah, gara-gara prinsip itu mereka ogah dandan. Malah ada yang bilang kagak pantes kalau aktivis dakwah itu tampil kinclong. Para sufi aja ada yang display-nya kucel en dekil. Ini supaya nggak riya dan jadi takabur. Lagi-lagi, yang penting kan hatinya. Jagalah hati…

Dandan Nggak Haram!

Wuih kecian banget para cowok kalau emang betul berdandan itu haram. Makin banyak aja nanti orang yang benci sama ajaran Islam. Padahal sih ajaran aslinya nggak begitu. Jangan salah, Rasulullah saw. itu orang yang gentle, sikap ataupun penampilannya. Meski bersahaja tapi sosok Rasulullah saw. itu memikat perhatian banyak orang.

Nah, supaya kita nggak asal dandan, nggak asal berpendapat, mendingan kita cari tahu gimana sih Rasulullah saw. dan para sahabat berpenampilan. Mau kan tampil keren ala Rasulullah saw.? Nah, ini beberapa teladan dari beliau saw.

  • Bersih. Ini yang paling utama. Kata Beliau saw. “(Allah) itu Zatnya bersih dan Dia mencintai kebersihan,”(HR. Tirmidzi). Menjaga hati itu penting, tapi menjaga kebersihan juga perlu. Boys, tampil kucel, dekil, apalagi jorok bukan bagian dari kepribadian seorang ikhwan yang rajin ngaji. Jangan beralasan “yang penting hati” untuk menelantarkan kebersihan badan dan pakaianmu. What a shame, guys! Bukan cuma supaya enak dilihat, kebersihan juga jaga kesehatan kulitmu. Nggak asyik aja ngeliat ikhwan ngisi pengajian sambil garuk-garuk karena kurap en panu.? So, cuci pakaianmu setiap habis pakai, ganti pakaian dalam setiap hari, dan keramas biar nggak ketombean. Jangan takut dibilang rese soal pakaian, ini untuk kebersihan en tentunya dapat pahala.

  • Kuku. Man, bagian depan bodi kita yang lemot tapi keliatan, dan bisa bikin orang lain jijay itu adalah kuku kita. Kalau ikhwan kukunya item-item, mana tahan. Siapa yang percaya kalau kamu anak ngaji, kalau kukunya kotor. Biar ganteng tapi kukunya item, tetep aja jorok. “Fitrah itu ada 5 macam; berkhitan, mencukur rambut kemaluan, merawat kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak.”(HR. Bukhari dan Muslim).

  • Kumis en jenggot. Sebagian ulama bilang kalau berjenggot itu sunnah. Oke aja kalau kamu setuju dengan pendapat ini. Tapi jangan lupa perawatannya dan kerapiannya. Itu jenggot kudu bersih en rapi, jangan acak-acakkan apalagi sampai kutu bertelor di sana.

  • Bagian “dalam”. Penting banget kamu, para ikhwan, ngejaga kebersihan bagian dalam. Rasulullah saw. menyuruh kita untuk mencukur rambut kemaluan dan mencabuti bulu ketiak, nggak lain untuk kesehatan bagian “dalam” kita. Jangan lupa kebersihan pakaian dalam kudu diperhatikan. Ganti pakaian dalam setiap hari, apalagi kalau udah kena najis.

  • Mulut: bersih en segar. “Kalaulah tidak memberatkan umatku, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap akan shalat,” sabda Nabi saw. Tahu bersiwak? Sikat gigi, tahu! Dulu kebiasaan orang Arab untuk menjaga kebersihan dan kesegaran mulut adalah menyikat gigi mereka dengan kayu siwak. Kayu itu…Nah, sekarang udah banyak pasta gigi en sikat gigi dijual di pasaran, kamu bisa pilih. Pilihlah sikat gigi yang enak dipegang jadi nggak bakal slip saat kamu pake, dan bisa membersihkan sela-sela gigi. Kalau masih kurang pede dengan aroma mulut, nah pake aja mouthwash atau obat kumur. Syaratnya nggak mengandung alkohol. Sekarang udah ada kok di pasaran. Untuk jaga kebersihan dan kesegaran mulut bukan Cuma bersiwak, kamu juga kudu ngejaga makanan. Jangan deh makan makanan yang bikin mulut kamu bau naga, apalagi kalau ada acara rame-rame macam pengajian.

  • Wangi. Banyak sahabat yang bercerita kalau keringet Rasulullah saw. itu wangi kesturi atau cendana (misk). Nggak aneh karena beliau amat senang dengan aneka wewangian. “Malu, memakai wewangian, bersiwak dan nikah adalah sebagian dari perilaku para rasul,”(HR. Tirmidzi). Hmm jangan dulu ngebayangin iklan AXE Pulse yang ngegoda kaum wanita. Nggak ada hubungannya. Cos, seorang ikhwan memakai wewangian semata untuk mengikuti sunnah Rasulullah saw. Kalaupun bikin badan jadi seger, itu manfaatnya, bukan tujuan. Lagian, memalukan amat ada aktivis dakwah tapi menyebarkan aroma busuk. Bau bau bau bau ketek…

Bugar. Seorang ikhwan kudu bugar. Badannya tahan banting, sehat, dan gesit. Mirip iklan suplemen kebugaran ya? Nggak juga, soalnya ini dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Nabi Muhammad saw. itu fisiknya oke banget. Umar bin Khaththab boleh-lah jago bergulat, tapi kalau udah bertanding melawan Rasulullah saw., jawara Quraisy ini takluk. Bukan karena mengalah atau nggak enak ati, tapi emang karena fisik Rasulullah saw. itu prima banget.

Lomba “Jadi Lelaki Sejati”

Yup! Be a man, be a real man. Sebuah reality show yang kembali ditayangin oleh salah satu stasiun televisi swasta. Setelah sukses dengan Be A Man ternyata dibikin lanjutannya lagi nih, jadi Be A Man 2. Pesertanya adalah 25 orang waria yang dikumpulin di sebuah kamp tentara terus digembleng selama 14 hari, ini acara diyakini bisa nyedot para penonton buat mantengin layar tv (terserah deh, tv tetangga, tv sendiri, tv umum ato dapet minjem…). Kan bikin penasaran tuh! Masa’ iya bisa nyulap tuh para waria dalam 14 hari terus jadi lelaki sejati lagi? Au deh, Booo!

Gue juga penasaran abis sih, cos pas ngubek-ngubek di alam maya, yang gue dapet nih dari situs globaltv.co.id kalo materi yang dikasih buat para peserta Be A Man nggak tanggung-tanggung. Mereka dibekali strategi perang dalam misi menjaga keamanan negara kayak: wawasan nusantara, dasar kemiliteran, kepemimpinan, pengenalan senjata, survival en terjun payung. Wuih… keren !

Nah, tapi realitanya para waria kan rata-rata pada lebay abis, ngalahin para real woman. Yang bener aja, buat ngikutin nih acara mereka semua pada bawa perabotan yang cewek abis! Mulai boneka, kosmetik, wig, high heels.. kagak tahu deh apa stiletto dibawa juga, emang mo fashion show, apa?

Pas ospek calon siswa Be A Man 2 aja nih, di tengah area outbond kan mereka pada diomelin gara-gara pada lelet abis tuh pas disuruh kumpul apel pagi. Herannya, masih sempet aja pake wig. Bahkan saking buru-burunya ada yang seragam ospeknya nggak dipake tapi malah pake rok. Disela-sela omelan mas instruktur yang garang abis sempet-sempetnya ada yang ngaca buat ngecek penampilan (masih ok belum?). Soalnya subuh dah dibangunin en ributnya sumpeh kayak orang kebakaran. Udah gitu belum mandi apalagi sarapan. Sabina, Ayubie, Aldona, Ade Jengker dan kawan-kawan sengsara abis! Pagi-pagi, belum sarapan, disuruh merayap-rayap di atas tanah yang katanya ada kotoran kebonya, terus berkubang di tengah lumpur yang baunya minta ampun, push-up, jalan jongkok tapi tangan di atas kepala, terus merayap di bawah bentangan kawat berduri ampe ada anggota badan yang lecet-lecet. Eh, pas mandi malah ada yang nggak kebagian air, jatah airnya cuma dua tong gede doang buat 25 orang. Berantem abis deh tuh para waria, diusut-usut ternyata ada salah satu waria yang mandinya terbiasa pake shower berhubung dia lama tinggal di Jerman dan barusan pulang ke Indonesia (wuuuu… gaya !!!).

Sebenernya sih, nih acara ada nilai positifnya juga yang mudah-mudahan emang niat dari sononya pengen ngebantu para waria supaya bisa back to normal lagi. Menjadi lelaki sejati. Cuma yang bikin nih ati nggak sreg, masa’ cuma secara fisik aja sih digemblengnya? Walo pun emang ada juga ngefek dikit ke mental akibat perlakuan fisik yang terlalu keras. Tapi sisi ruhiyahnya, rasa keterikatan dirinya dengan Allah justru nggak dibenahi. Karena yang gue tau, untuk bisa mengubah seseorang tuh kudu mengubah persepsi seseorang tentang kehidupan, tentang manusia dan tentang alam semesta secara menyeluruh. Diajak dan dituntun buat mikir dan mikir tentang Sang Pencipta, Rasulullah, kitabullah terutama al-Quran, para malaikat Allah, qadha dan qadar sampe hari kiamat. Terus deh ‘digojlok’ sampe dia ngerti kalo manusia tu makhluk yang lemah dan terbatas. Gitu juga dengan alam semesta en kehidupan yang pasti ada finish-nya. Dan yang berkuasa atas semua itu kan hanyalah Allah Swt. Kalo dah nyadar gitu, kan mau nggak mau so pasti kudu tunduk dong ama kekuasaan Allah dan dia insya Allah mampu memilih yang terbaik buat dirinya. Gitu. Waduh, gue kok jadi serius gini ya? Udahlah, nyantai aja! Lanjuuutt!

Kaleng jadi baja

Heleh! Nih lagi… ada-ada aja. Sewaktu gue asik browsing soal ‘kaleng jadi baja’, eh gue malah jadi tahu kalo salah satu alumni Be A Man tahun lalu dinilai sebagai waria berprestasi. Haduh, gimana kabarnya tuh? Nama tuh alumni adalah Merlyn Sopjan.

Merlyn ini ternyata juga pernah nulis buku yang judulnya “Jangan Lihat Kelaminku” (idih…) yang ngebeberin aktivtas dirinya en para waria lainnya. Mo tahu prestasi Merlyn lainnya? Dia menjadi doktor honoris causa dari Northern California Global University karena aktivitas sosialnya dalam bidang HIV/AIDS, Ratu Waria Indonesia di tahun 1995, menjabat sebagai Ketua Ikatan Waria Malang (IWAMA) dan pernah mencalonkan diri menjadi Bakal Calon Walikota Malang (gak jelas nih tahun berapa). Selain Merlyn ada juga Rahma/Rahmat (udah meninggal), selama hidupnya dia care ama anak-anak jalanan dengan ngajarin Bahasa Inggris en Matematika.

Tapi.. please.. itu semua nggak bikin gue terkesan. Gue justru terkesan kalo para waria tuh bertekad kuat untuk mengubah diri mereka lahir en batin terus menjadi hamba Allah yang ikhlas dalam menerapkan syariatNya. Apalagi kalo sampe ikutan memperjuangkan khilafah. Wah, seru abis tuh!

Jadi? Ya walaupun si waria sukses en lulus melalui segala rintangan dalam Be A Man. Dia nggak kena eliminasi dan ditambah segambreng prestasi dalam kehidupan warianya. Jujur nih, gue belum yakin aja kalo dia akan terpanggil untuk menjadi hamba Allah yang seutuhnya. Yang bakal rela en ikhlas dalam ngejalanin syariatNya. Cos, yang dimaksud rela ngejalanin syariatNya bukan sekedar rajin shalat, sedekah en zakat atau rutin yasinan loh. Itu mah cetek banget, Bro en Sis! Maksudnya tuh, kudu rela jadi lelaki sebenernya. Rela ngejalanin kewajibannya bahkan berani untuk memperjuangkan haknya sebagai lelaki, sebagai manusia, sebagai hamba Allah. Nggak maen perasaan apalagi kebiasaan tanpa dasar syariatNya. Tapi, meski demikian gue berharap mereka mulai sadar dan mencoba cari jalan petunjuk. Hidayah nggak gratis, tapi kudu dicari. Ada niat untuk nyari dan usahanya juga. Ok?

Kan aneh tuh, hanya karena gara-gara demen kumpul ama waria, gaul ama mereka terus punya perasaan comfort menjadi waria terus ikut-ikutan juga jadi ‘kaleng’. Atau dari ’sono’nya dia terlahir sebagai lelaki yang manis, kemayu, lemah lembut atau mungkin karena ‘pola asuh’ yang salah apalagi temennya juga pada cewek semua eh terus frustasi akibat diolok-olokin sebagai pinky boy. Akhirnya, keterusan deh jadi pinky beneran. Waduh, nggak asik banget tuh !

Makanya nih Bro, kalo punya temen or sodara cowok yang tipenya waria & pinky boy gini ya kudu dimotivasi supaya back to normal terus diajak ngaji en ngelakuin aktivitas yang positif plus menantang. So, kebutuhan naluri mulai dari urusan beribadah, mempertahankan eksistensi diri dia sebagai lelaki dalam kehidupan juga urusan love & care-nya bisa terarah ke arah yang bener saat nyalurinnya. Selain itu juga biar dia sadar kalo temenan tuh kudu dalam lingkungan yang positif en kondusif (canggih amat sih bahasanya hehehe..). Jadi dia nggak ada pikiran untuk berubah menjadi makhluk “jadi-jadian” begitu…Na’udzubillah min dzalik deh!

So, bagi para cewek juga nih. Jangan asal maen peluk, becanda ngablak serasa becanda ama sesama cewek apalagi pamer aurat di depan para waria en pinky boys. Coz, sejatinya ya mereka lelaki juga. Bukan mahram tuh! Kalo kita memperlakukan para waria sebagai pria, mudah-mudahan mereka sadar bukannya kita pengen musuhin mereka tapi supaya mereka sadar kalo mereka adalah pria.

Allah sendiri juga benci tuh ama orang-orang yang meniru-niru yang diluar kodratnya. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas r.a yang berkata: “Rasulullah saw. melak­nat laki-laki yang berlagak (seperti) perempuan dan perempuan yang berlagak (seperti) laki-laki”

Waow! Tegas bangetkan Islam ngasih aturan nih.

Lihat mereka sebagai manusia

Ada slogan dari para pengusung liberalisme nih: “Jangan dilihat dari kelaminnya tapi lihat diri mereka sebagai manusia” (maaf nih.. bukan bermaksud omong jorok tapi ya emang begitu slogannya) ketika mempersoalkan masalah kesetaraan gender, homoseksual termasuk eksisnya waria.

Kalo waria jelas laki-laki. Umumnya gitu. Nah, gimana kalo yang memang sejak lahir udah berkelamin ganda? Begini, memang benar kalo dikatakan bahwa para ahli fiqih Islam telah mendefinisikan istilah “khanatsa”, yakni orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan kelamin wanita (hermaphrodit), atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil, artinya tidak ada kejelasan. Sebab, setiap manusia seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, laki atau perempuan.

Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas status hukumnya. Utamanya da­lam menjalankan syariat. Seperti sholat, haji, batasan aurat, dan lain-lain. Kalo nggak jelas kan bingung. Iya nggak sih?

Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorang-atau bahkan sama sekali tidak ada-disebut sebagai musykil. Karuan aja kea­daan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendati pun dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang “air kecil”.

Bila urine-nya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan aturan hukumnya jelas, yakni sesuai dengan yang dibebankan untuk laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan tentunya menjalankan syariat sesuai dengan jenis kelaminnya. Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa musykil. Dan ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh.

Selain cara tadi, bisa juga dilakukan dengan cara mengamati pertumbuhan badan­nya, atau mengenali tanda-tanda khusus yang lazim sebagai pembeda antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, bagaimana cara ia ber­mimpi dewasa (maksudnya mimpi dengan mengeluarkan air mani, gitu lho), apakah ia tumbuh kumis dan jenggot, apakah tumbuh payudara­nya, apakah ia haid sehingga memungkinan untuk hamil, dan sebagainya. Bila tanda-tanda tersebut tetap tidak tampak, maka ia divonis sebagai khuntsa musykil.

Kenapa kudu jelas? Sebab akan mem­bantu dalam praktik penerapan syariat Islam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasu­lullah saw. ketika ditanya tentang hak waris seseorang yang dalam keadaan demikian, maka beliau menjawab dengan sabdanya: “Lihatlah dari tempat keluarnya air seni.”

Tapi, Islam memang the best banget! Islam mengatur manusia nggak cuma secara fisik, tapi juga naluri. Cos, pada fitrahnya manusia tuh punya yang namanya kebutuhan jasmani (organic needs/hajatun udhowiyah) dan kebutuhan naluri (instinct needs/gharizah). Allah Swt. pun udah secara adil nyiptain laki-laki en perempuan dengan hal-hal yang beda. Nah, pembedaan ini bukan buat diskriminasi tapi justru buat saling melengkapi. Eh, malah hadir tuh makhluk jadi-jadian. Jadi kacau deh aturan Allah. Jadi, jangan memperkeruh masalah deh, inget firman Allah ” Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS Ali Imran [3]: 133)

So, sutralah gue dianggep sok tahu atau apa. Tapi, gue berpikir kalo para waria itu diperlakukan secara manusiawi dan mereka sendiri dimotivasi oleh keluarga mereka, masyarakat juga pemerintah, gue yakin insya Allah mereka mau berubah.

Maksudnya manusiawi di sini bukan memaklumi or justru ngedorong potensi waria mereka loh tapi seperti yang gue bilang di subjdul “kaleng jadi baja”, bahwa mereka kudu diperlakukan sebagai lelaki yang real juga. Apalagi ‘kasusnya’ udah dikasih solusi dalam fikih Islam. Karena kalo nggak didorong dan dibina sebagai lelaki sejati maka orang-orang yang punya kecenderungan sebagai waria or dia demen niru-niru diri sebagai cewek entar bisa kebablasan tuh. Makanya, Rasulullah dengan tegas menindak para waria ini sebagaimana hadist beliau dari Abu Hurairah,“Rasulullah saw. telah melaknat seorang pria yang berpakaian menyerupai pakaian wanita dan melaknat seorang wanita yang berpakaian menyerupai pakaian pria.”

Kemudian diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi saw sedang berada di rumah Ummu Salamah-di rumah itu sedang ada seorang waria-Waria itu berkata kepada saudara laki-laki Ummu Salamah, Abdullah bin Abi Umayah, ‘Jika Allah membukakan buat kalian Thaif besok, maka aku akan tunjukkan kepadamu anak perempuan ghoilan, ia seorang yang memiliki perut yang langsing. Maka Nabi saw pun bersabda, “Janganlah orang ini (waria) memasuki (tempat-tempat) kalian.” (HR Bukhari)

Memang kalo diliat secara harfiah, nih hadis kesannya memojokkan para waria. Tapi maksudnya mereka ditegasin kalo realnya nggak ada makhluk lelaki yang menyerupai perempuan. Walaupun dari sononya dia kemayu ya tetep bukan pengecualian. Dia tetep sebagai lelaki. Gitu.

So, kudu dipikirin nih ayat berikut ini: “Dan tidak layak bagi seorang beriman laki-laki dan juga bagi orang beriman perempuan, -apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan atas perkara- ada pilihan lain dalam urusan mereka” (QS al-Ahzab [33] 36)

Jadi menurut gue nih, acara Be A Man, memang udah mencoba berusaha untuk ngebina para waria secara manusiawi walaupun dari segi pembinaan keimanan masih blank. Nggak jelas. Padahal untuk ngubah diri seseorang justru yang kudu diubah adalah pemikiran tuh orang dulu. Cos, pada dasarnya seseorang bertingkah laku sesuai pemikirannya, sesuai pemahamannya, sesuai akidah yang ada dalam dirinya. Kalo para waria itu dibina en digembleng secara fisik only tapi keimanannya nol justru dalam diri waria itu nggak akan tertanam dengan benar gimana sih be a real man itu.

Selain itu juga kudu ada upaya serius nih. Jangan cuma berharap ama acara Be A Man aja yang gue nilai cuma industri hiburan. Selama ini waria-waria yang terjaring dalam operasi Satpol PP tuh diapain sih? Beneran dibina dengan serius atau cuma dikasih nasehat bla-bla-bla terus diwanti-wanti jangan jadi kaleng jalanan lagi? Nggak ngefek lagi! Justru pemerintah di sini kudu membuktikan kalo bisa membina rakyatnya ke jalan yang bener. Waduh, kok gue jadi ngomel gini ya?

The end

Emang sih Be A Man udah bikin waria on tv jadi laen dari yang laen. Tapi kalo emang serius pengen ngebina para waria, gue pikir nggak harus juga ngebikin reality show begini kalo ujung-ujungnya cuma ngedongkrak rating penonton doang.

Ini nih, kapitalisme bermain di sini. Masyarakat yang nonton cuma karena ramenya doang, cuma nganggap tontonan ini sebagai hiburan aja bukan sebagai tontonan yang bisa diambil hikmahnya. So, banyak penonton, banyak juga sponsor yang dateng terus tuh stasiun tv dapet duit banyak deh tanpa mikirin lagi acara tv-nya mendidik masyarakat atau malah ngebuka aib orang lain di depan orang banyak.

So? Be a man, be a real man! Yuuuuk…!

Bersyahadat Setelah 8 Tahun Baca al-Quran

Anne Collins ingin berhubungan langsung dengan Allah yang dapat memberikannya ampunan tanpa perantara. Itu setelah 8 tahun membaca Al Quran

Saya dibesarkan dalam sebuah keluarga Kristen yang taat. Saat itu, orang Amerika lebih religius dibandingkan masa sekarang–contohnya, sebagian besar keluarga pergi ke gereja setiap Minggu. Orangtua saya ikut dalam komunitas gereja. Kami sering mendatangkan pendeta ke rumah. Ibu saya mengajar di sekolah minggu, dan saya membantunya

Pastinya saya lebih relijius dibandingkan anak-anak lainnya, meskipun saya tidak merasa seperti itu dulu. Satu saat ketika ulang tahun bibi saya memberi hadiah sebuah Bibel, dan untuk saudara perempuan saya ia memberi sebuah boneka. Lain waktu saya minta dibelikan bukudoa kepada orang tua, dan saya membacanya setiap hari selama beberapa tahun.

Ketika saya SMP, saya mengikuti program belajar Bibel selama dua tahun. Ketika itu saya sudah mengkaji sebagian dari Bibel, meskipun demikian saya belum memahaminya dengan baik. Kemudian saya mendapat kesempatan mempelajarinya lebih dalam. Sayangnya, kami belajar banyak petikan di dalam Perjanjian Lama dan Baru yang tak dapat dipahami, bahkan terasa aneh.

Sebagai contoh, Bibel mengajarkan tentang adanya dosa awal, yang artinya semua manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa. Saya punya adik bayi, dan saya tahu ia tidak berdosa.

Bibel mengandung banyak cerita aneh dan sangat meresahkan, misalnya cerita tentang nabi Ibrahim dan Daud. Saya tak dapat mengerti bagaimana mungkin para nabi bisa mempunyai kelakuan seperti yang diceritakan dalam Bibel.

Ada banyak hal lain dalam Bibel yang membingungkan saya, tapi saya tidak mempertanyakannya. Saya terlalu takut untuk bertanya–saya ingin dikenal sebagai “gadis baik”.

Alhamdulillah, akhirnya ada seorang anak laki-laki yang bertanya, dan ia terus bertanya.

Hal yang paling penting adalah tentang trinitas. Saya tidak bisa memahaminya. Bagaimana bisa Tuhan terdiri dari tiga bagian, yang salah satunya adalah manusia? Di sekolah saya juga belajar mitologi Yunani dan Romawi, menurut saya pemikiran tentang trinitas dan orang suci yang punya kekuatan sama dengan pemikiran budaya Yunani dan Romawi yang mengenal banyak dewa, yang masing-masing bertanggung jawab atas aspek kehidupan yang berbeda (astagfirullah!). Bocah yang bertanya itu, banyak bertanya tentang trinitas. Ia mendapatkan banyak jawaban tapi tidak pernah puas. Sama seperti saya. Akhirnya guru kami, seorang profesor teologi dari Universitas Michigan, menyuruhnya untuk berdoa minta keteguhan iman. Saya pun berdoa.

Ketika saya SMA saya, diam-diam saya ingin menjadi seorang biarawati. Saya tertarik untuk melakukan peribadatan setiap harinya, tertarik kehidupan yang sepenuhnya dipersembahkan untuk Tuhan, dan menunjukkan sebuah gaya hidup yang relijius. Halangan atas ambisi ini hanya satu: saya bukan seorang Katolik. Saya tinggal di sebuah kota di wilayah Midwestern, di mana Katolik merupakan minoritas yang tidak populer.

Saya bertemu seorang Muslim dari Libya. Ia menceritakan saya sedikit tentang Islam dan Al-Quran. Ia bilang Islam itu modern, agama samawi yang paling up-to-date. Karena saya menganggap Afrika dan Timur Tengah itu terbelakang, maka saya tidk bisa melihat Islam sebagai sesuatu yang modern.

Keluarga saya mengajaknya ke acara Natal di gereja. Bagi saya acara itu sangat menyentuh dan berkesan. Tapi diakhir acara ia bertanya, “Siapa yang membuat aturan peribadatan seperti itu? Siapa yang mengajarkanmu kapan harus berdiri, membungkuk dan berlutut? Siapa yang mengajarimu cara beribadah?” Saya menceritakan kepadanya sejarah awal gereja. Awalnya pertanyaannya itu sangat membuat saya marah, tapi kemudian saya jadi berpikir. Apakah orang-orang yang membuat tata cara peribadatan itu benar-benar punya kualifikasi untuk melakukannya? Bagaimana mereka bisa tahu bagaimana peribdatan itu harus dilakukan? Apakah mereka dapat wahyu tentang itu?

Saya sadar jika saya tidak mempercayai banyak ajaran Kristen, namun saya tetap pergi ke gereja. Ketika kredo Nicene dibacakan bersama-sama, saya hanya diam, saya tidak turut membacanya. Saya seperti orang asing di gereja.

Ada kejadian yang sangat mengejutkan. Seseorang yang sangat dekat dengan saya mengalami masalah dalam rumah tangganya. Ia pergi ke gereja untuk meminta nasihat. Orang dari gereja itu justru memanfaatkan kesusahan dan penderitaannya. Laki-laki itu mengajaknya ke sebuah motel dan kemudian merayunya.

Sebelumnya saya tidak memperhatikan benar apa peran rahib dalam gereja. Sejak peristiwa itu saya jadi memperhatikannya. Sebagian besar umat Kristen percaya bahwa pengampunan lewat sebuah acara peribadatan suci yang harus dipimpin oleh seorang pendeta. Tidak ada pendeta, tidak ada pengampunan.

Saya mengunjungi gereja, duduk dan memperhatikan pendeta yang ada di depan. Mereka tidak lebih baik dari umat yang datang–sebagian di antaranya bahkan lebih buruk. Jadi bagaiamana bisa seorang manusia biasa diperlukan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan Tuhan? Mengapa saya tidak bisa berhubungan langsung dengan Tuhan, dan langsung menerima pengampunannya?

Tak lama setelah itu, saya mendapati terjemahan Al-Qur’an di sebuah toko buku. Saya lalu membeli dan membacanya, kadang terus membaca, kadang terputus, selama delapan tahun. Selama itu saya juga mencari tahu tentang agama lain.

Saya semakin khawatir dan takut dengan dosa-dosa saya. Bagaimana saya tahu Tuhan akan memafkan dosa-dosa saya? Saya tidak lagi percaya dengan metode pengampunan ala Kristen akan berhasil. Beban-beban dosa begitu berat bagi saya, dan saya tidak tahu bagaimana membebaskan diri darinya. Saya sangat mengharapkan ampunan.

Membaca Al-Quran

Suatu kali, aku membaca Al-Quran yang bunyinya: “Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang beriiman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu ada rahib-rahib, juga sesungghnya mereka tidak menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Quran dan kenabian Muhammad S.A.W). Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh? [Al-Maidah: 82-84]

Saya mulai berharap bahwa Islam mempunyai jawabannya. Tapi bagaimana cara saya mencari tahu? Dalam berita di televisi saya melihat Muslim beribadat. Mereka punya cara tertentu untuk berdo’a. Saya menemukan sebuah buku–yang ditulis oleh non Muslim–yang menjelaskan cara beribadah orang Islam. Kemudian saya mencoba melakukannya sendiri. Kala itu saya tidak tahu tentang taharah dan saya shalat dengan cara yang keliru. Saya terus berdoa dengan cara itu selama beberapa tahun.

Akhirnya kira-kira 8 tahun sejak pertama kali saya membeli terjemahan Al-Quran dulu, saya membaca: “Pada hari ini telah ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” [Al- Maidah: 3]

Saya menangis bahagia, karena saya tahu, jauh sebelum bumi diciptakan, Allah telah menuliskan bahwa Al-Quran ini untuk saya. Allah mengetahui bahwa Anne Collins di Cheektowaga, New York, AS, akan membaca ayat ini pada bulan Mei 1986.

Saya tahu banyak hal yang perlu dipelajari, seperti bagaimana cara shalat yang benar, sesuatu yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Quran. Masalahnya saya tidak kenal seorang Muslim satu pun.

Sekarang ini Muslim relatif mudah dijumpai di AS. Dulu saya tidak tahu di mana bisa bertemu mereka. Saya mendapatkan nomor telepon sebuah komunitas Muslim dari buku telepon. Saya lalu coba menghubunginya. Seorang laki-laki menjawab diseberang sana, saya panik lalu mematikan telepon. Apa yang akan saya katakan padanya? Bagaimana mereka akan menjawab pertanyaan saya? Apakah mereka akan curiga? Akankah mereka menerima saya, sementara mereka sudah saling memiliki dalam Islam?

Beberapa bulan kemudian saya kembali menelepon masjid itu berkali-kali. Dan setiap kali saya panik, saya menutupnya. Akhirnya, saya menulis sebuah surat, isinya memnta informasi. Seorang ikhwan dari masjid itu menelepon saya dan kemudian mengirimi saya selebaran tentang Islam. Saya katakan padanya bahwa saya ingin masuk Islam. Tapi ia berkata pada saya, “Tunggu hingga kamu yakin.” Jawabannya agar saya menunggu membuat saya kesal. Tapi saya sadar, ia benar. Saya harus yakin, sebab sekali menerima Islam, maka segala sesuatunya tidak akan pernah lagi sama.

Saya jadi terobsesi dengan Islam. Saya memikirkannya siang dan malam. Dalam beberapa kesempatan, saya mengendarai mobil menuju ke masjid (saat itu masjidnya berupa sebuah rumah yang dialihfungsikan menjadi masjid). Saya berputar mengelilinginya beberapa kali sambil berharap akan melihat seorang Muslim, dan penasaran seperti apa keadaan di dalam masjid itu.

Satu hari di awal Nopember 1986, ketika saya memasak di dapur, sekonyong-konyong saya merasa jika saya sudah menjadi seorang Muslim. Masih takut-takut, saya mengirim surat lagi ke masjid itu. Saya menulis: Saya percaya pada Allah, Allah yang Maha Esa, saya percaya bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, dan saya ingin tercatat sebagai orang yang bersaksi atasnya.

Ikhwan dari masjid itu menelepon saya keesokan harinya, dan saya mengucapkan shahadat melalui telepon itu. Ia berkata bahwa Allah telah mengampuni semua dosa saya saat itu juga, dan saya seperti layaknya seorang bayi yang baru lahir.

Saya merasa beban dosa-dosa menyingkir dari pundak. Dan saya menangis karena bahagia. Saya hanya sedikit tidur malam itu. Saya menangis, mengulang-ulang menyebut nama Allah. Ampunan yang saya cari telah didapat. Alhamdulillah. [di/iol/www.hidayatullah.com]

Di Ujung Jalan Berliku Terdapat Telaga Kedamaian

Hidupnya penuh liku-liku, keinginannya untuk meraih kebahagiaan membawa Abdullah Al-Kanadi menemukan Islam

Nama saya sekarang Abdullah Al-Kanadi. Nama asli saya adalah Craigh Robertson. Saya dilahirkan di Vancouver, Kanada. Keluarga saya penganut Katolik Roma membesarkan saya sebagai seorang Katolik Roma hingga usia 12 tahun. Sekarang saya sudah menjadi Muslim dan ingin berbagi dengan Anda cerita tentang perjalanan saya menuju Islam.

Semasa kecil saya bersekolah di sekolah agama Katolik. Di sana saya diajarkan tentang kepercayaan Katolik, disamping mata pelajaran lainnya. Prestasi saya di kelas agama sangat baik, secara akademis saya mendapat nilai sangat baik dalam bidang studi ajaran-ajaran gereja.

Sejak di usia sangat dini, orangtua memaksa saya untuk mengikuti kegiatan pelayanan, menjadi “anak altar”, yang mana hal itu sangat membanggakan kakek dan nenek. Namun, semakin saya pelajari, semakin saya mempertanyakan ajaran agama saya.

Ketika saya kecil, dalam sebuah acara misa di gereja, saya bertanya kepada ibu, “Apakah agama kita ini adalah agama yang benar?”

Ibu menjawab dengan jawaban yang masih terngiang di telinga hingga saat ini, “Craig, semua agama sama, semuanya baik.” Menurut saya hal itu keliru. Jika semua agama sama baiknya, maka apa gunanya bagi saya mempelajari agama ini?

Ketika berusia 12 tahun, nenek didiagnosa menderita kanker usus besar. Beberapa bulan kemudian setelah berjuang keras melawan penyakitnya, ia pun meninggal. Saya tidak pernah menyadari seberapa dalam kematiannya mempengaruhi hidup saya, hingga suatu waktu di masa depan.

Pada usia 12 tahun itu juga saya memutuskan menjadi seorang atheis, untuk menghukum Tuhan. Kala itu saya menjadi seorang bocah yang marah. Saya marah kepada dunia, kepada diri sendiri. Dan yang paling parah, saya marah kepada Tuhan.

Di awal usia remaja, saya berusaha menarik perhatian teman-teman di sekolah menengah umum dengan melakukan apa saja. Saya menyadari banyak hal yang harus dipelajari. Sekolah umum sangat berbeda dengan sekolah agama. Saya memaksa teman-teman untuk mengajarkan apa yang tidak saya dapati di sekolah agama. Tak lama kemudian saya pun mempunyai kebiasaan baru. Saya sering menyumpah-nyumpah dan mengolok-olok orang yang lebih lemah dari saya.

Meskipun saya berusaha keras untuk bisa diterima di lingkungan baru, sebenarnya saya tidak pernah berhasil melakukannya. Saya tetap saja dilecehkan, para gadis mengolok-olok dan sebagainya.

Untuk anak seusia saya saat itu, keadaan tersebut sangatlah mengerikan. Akhirnya saya pun menarik diri dari lingkungan. Masa remaja penuh dengan penderitaan dan kesepian. Kedua orangtua berusaha berbicara dengan saya. Namun, saya bersikap memusuhi dan tidak menghormati mereka.

Musim panas tahun 1996 saya lulus sekolah menengah. Saya merasa harus berubah memperbaiki diri. Karena tidak mungkin saya terus menerus berkelakuan buruk.

Saya diterima di sebuah sekolah teknik setempat. Saya bertekad untuk melanjutkan sekolah dan mencari kerja. Menurut saya dengan demikian pasti saya akan bahagia.Saya bekerja di sebuah restoran cepat saji tak jauh dari rumah.

Beberapa minggu sebelum sekolah dimulai, teman kerja mengajak saya untuk pindah tinggal bersama dengan mereka. Bagi saya, ini sepertinya jawaban atas masalah-masalah saya! Saya akan meninggalkan rumah, melupakan keluarga, kemudian berkumpul bersama teman-teman sepanjang waktu.

Suatu malam saya menyampaikan kepada orangtua bahwa saya akan pindah, tinggal bersama teman-teman. Mereka mengatakan tidak boleh. Menurut mereka saya belum siap untuk itu, karenanya mereka tidak mengijinkan. Kala itu saya berusia 17 tahun dan sangat keras kepala. Saya menyumpahi mereka dengan kata-kata kasar — yang akhirnya saya sesali hingga saat ini. Saya merasa bahagia dengan kebebasaan saya, merasa merdeka dan saya bisa mengikuti apa saja kemauan saya. Saya pindah, tinggal bersama teman2 dan tidak bicara dengan kedua orangtua untuk waktu yang cukup lama setelah kejadian itu.

Saya masih sekolah dan bekerja ketika teman sekamar mengenalkan saya dengan mariyuana. Saya langsung menyukainya pada hisapan pertama! Saya mulai menghisapnya sedikit di rumah sepulang kerja untuk menenangkan diri. Tak lama kemudian saya mulai menghisapnya lebih banyak, lagi dan lagi. Hingga pada suatu waktu, pada hari Senin pagi, saya tersadar bahwa saya harus berangkat sekolah. Tak mungkin saya pergi ke sekolah dalam keadaan mabuk. Saya pikir tidak mengapa membolos sehari saja. Esok hari saya akan kembali bersekolah, toh teman-teman tidak akan merindukan saya. Namun, kenyataannya saya tidak pernah kembali ke sekolah sejak hari itu. Saya merasa keadaan saya sangat baik pada masa itu. Saya mencuri makanan di restoran dan saya bisa menghisap mariyuana sesuka hati, jadi untuk apa pergi ke sekolah?

Saya merasa menjalani hidup yang hebat, di tempat kerja saya menjadi “anak bandel” dan para gadis mulai memperhatikan saya. Saya mencoba narkoba yang lebih keras, tapi alhamdulillah, saya diselamatkan dari hal yang sangat buruk. Hal yang sangat aneh adalah, ketika saya tidak mabuk, saya merasa sangat merana. Saya merasa tidak berguna dan sama sekali tak berharga. Saya mencuri barang-barang di tempat kerja dan milik teman agar bisa terus membeli narkoba.

Saya mulai merasa ketakutan terhadap orang-orang di sekitar, dan merasa polisi mengejar-ngejar saya setiap saat. Saya merasa hancur dan perlu mencari solusi. Saya pikir agama dapat membantu saya.

Saya ingat pernah menyaksikan film tentang penyihir, dan menurut saya hal itu tepat untuk saya. Saya membeli buku-buku tentang Wicca dan penyembahan kepada alam. Saya mendapati bahwa ajaran itu menganjurkan untuk menggunakan obat-obat alami, oleh karena itu saya terus mempercayainya. Orang-orang bertanya apakah saya percaya kepada Tuhan. Kami melakukan dialog yang aneh saat “kerasukan”. Ketika itu saya ingat bahwa saya menjawab bahwa saya tidak percaya Tuhan sama sekali. Saya percaya ada banyak tuhan yang tidak sempurna, sama seperti saya.

Ada satu teman yang dekat dengan saya. Ia seorang Kristen yang “terlahir kembali”. Ia selalu menceramahi saya, meskipun saya mengolok-olok kepercayaannya di setiap waktu. Ia adalah satu-satunya teman yang tidak menghakimi saya saat itu, oleh karena itu ketika ia mengajak untuk mengikuti kemah akhir pekan bagi para pemuda saya mengiyakan. Saya pikir, saya akan bisa tertawa terbahak-bahak dengan mengolok-olok mereka para pengikut Bibel. Di malam kedua, mereka melakukan peribadatan di sebuah aula besar. Mereka memainkan berbagai macam musik pujian kepada Tuhan. Saya memperhatikan mereka, tua-muda, laki-perempuan menangis memohon ampun. Saya merasa tersentuh dan mulai mengucapkan doa dengan suara pelan, “Tuhan, saya sadar selama ini telah menjadi orang yang sangat buruk, tolonglah saya, maafkan saya, dan biarkan saya memulainya kembali.” Saya diliputi emosi yang sangat dalam, terasa air mata membasahi pipi. Saat itu saya memutuskan untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Penyelamat saya. Saya mengangkat tangan ke atas dan mulai berputar menari-nari (sungguh-sungguh menari!). Semua orang Kristen di sekeliling saya melihat saya dengan terpana, orang yang selama ini mengolok-olok mereka dan berkata betapa bodohnya mereka yang percaya kepada Tuhan, sekarang menari-nari dan memuja Tuhan!

Saya kembali ke rumah, saya membuang semua narkoba, racun dan para gadis. Saya mulai menyampaikan kepada teman-teman bahwa mereka perlu menjadi pemeluk Kristen dan harus diselamatkan. Saya terkejut mereka menolak ajakan saya, karena sebelumnya mereka selalu mendengarkan kata-kata saya. Akhirnya saya kembali ke rumah orangtua dan mulai menghujani mereka dengan alasan-alasan mengapa mereka harus menjadi penganut Kristen. Mereka penganut Katolik, mereka merasa sudah menjadi orang Kristen. Tapi menurut saya mereka belum menjadi penganut Kristen karena mereka orang Katolik menyembah orang yang dianggap suci. Akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan rumah lagi, namun kali ini dengan alasan yang bagus, dan saya diberi pekerjaan oleh kakek yang ingin menolong saya bangkit kembali dari keterpurukan.

Saya mulai sering mendatangi “rumah pemuda Kristen”, yang merupakan sebuah rumah di mana para pemuda dapat berkumpul, bebas dari tekanan keluarga dan berdiskusi tentang agama Kristen. Saya paling tua di antara para pemuda di sana, sehingga saya menjadi orang yang paling banyak bicara dan berusaha membuat para pemuda itu merasa nyaman. Namun saya merasa seperti seorang penipu, karena saat itu saya mulai kembali minum-minum dan berkencan dengan para gadis. Di siang hari saya bicara tentang Yesus dan kasihnya untuk mereka para pemuda, tapi di malam hari saya mabuk-mabukan. Seorang teman berusaha menasehati dan mengajak saya kembali ke jalan yang benar.

Suatu hari, seorang pemuda membawa seorang temannya yang Muslim ke rumah pertemuan kami. Ia masih sangat muda, saya lupa siapa namanya. Yang saya ingat, teman saya berkata, “Saya membawa teman ini, ia seorang Muslim dan saya ingin menolongnya untuk menjadi seorang penganut Kristen.” Saya sangat kagum dengan bocah Muslim berusia 14 tahun itu. Ia sangat tenang dan ramah. Percaya atau tidak, ia membela dirinya sendiri dan Islam dihadapan sekelompok pemuda Kristen yang “menyerang” dirinya dan Islam! Ketika kami duduk menyampaikan banyak hal dengan mengutip kata-kata dari Bibel dalam keadaan semakin marah dan marah, ia hanya duduk dengan tenang, tersenyum dan menyampaikan kepada kami tentang perbuatan syirik menyekutukan Tuhan, dan tentang kasih sayang dalam Islam. Anak itu seperti seekor kijang di antara kepungan sekelompok hyena. Meskipun demikian, ia sepanjang waktu terus tersenyum ramah, tenang dan penuh hormat. Sungguh tak masuk akal!

Bocah Muslim itu meninggalkan sebuah Al-Qur’an di rak buku, entah ia lupa atau sengaja saya tidak tahu. Tapi saya kemudian mengambil dan mulai membacanya. Saya terkejut terhadap buku itu. Bagi saya buku itu lebih masuk akal daripada Bibel. Saya melemparnya ke sofa dan pergi dengan rasa marah. Tapi setelah membacanya, rasa ragu mulai menghinggapi saya. Saya berusaha melupakan bocah Muslim itu dan berusaha menikmati waktu bersama pemuda-pemuda Kristen di rumah pertemuan. Kelompok pemuda Kristen biasa mengunjungi gereja-gereja yang berbeda di akhir pekan. Mereka menghabiskan waktu pada Sabtu malam di sebuah gereja besar, bukan di sebuah bar. Saya ingat di sebuah acara yang disebut The Well, saya merasa begitu dekat dengan Tuhan dan ingin merendahkan diri kepada-Nya, dan saya ingin menunjukkan rasa cinta saya kepada Sang Pencipta. Saya melakukan apa yang saya rasa wajar, saya bersujud. Saya bersujud seperti apa yang dilakukan orang-orang Muslim ketika mereka beribadah setiap harinya. Meskipun saya belum paham apa yang saya lakukan, saya merasa sangat nyaman. Saya merasa apa yang saya lakukan itu benar melebihi apapun yang pernah saya lakukan. Saya merasa sangat khusyuk.

Saya terus melakukan kegiatan seperti biasa, namun saya mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Pastur selalu mengajarkan bahwa kami harus mengikuti kehendak Tuhan, dan bagi saya tidak ada keinginan lain selain melakukannya, tapi saya tidak tahu caranya. Saya sering berdoa, “Tuhan, jadikan kehendakku adalah kehendak-Mu, dan buatlah aku mengikuti kehendak-Mu,” dan seterusnya. Tapi, setelah itu tidak ada sesuatu pun yang terjadi. Perlahan terasa bahwa saya mulai menjauhi gereja, seiring dengan kepercayaan yang mulai surut. Pada saat itulah, teman baik yang dulu mengajak saya masuk Kristen, bersama seorang teman lainnya memperkosa gadis yang sudah saya pacari selama 2 tahun. Ketika peristiwa itu terjadi saya berada di ruangan lain dan terlalu mabuk untuk bisa mengetahui dan mencegahnya. Beberapa minggu kemudian, terungkap bahwa laki-laki yang mengelola rumah pertemuan remaja Kristen tempat saya berkumpul, pernah berbuat keji kepada seorang teman saya.

Dunia rasanya seperti tercabik-cabik. Saya dikhianati oleh teman dan orang-orang yang seharusnya dekat dengan Tuhan dan bekerja untuk surga. Tak ada lagi yang saya miliki, semuanya hampa. Hidup saya kembali kehilangan arah. Saya hanya bekerja, tidur dan berpesta. Tak lama kemudian saya putus dengan pacar. Rasa bersalah, marah dan sedih berkecamuk menjadi satu dalam diri ini. Bagaimana bisa Sang Pencipta membiarkan terjadi apa yang saya alami selama ini?

Kemudian pada suatu hari, manajer tempat saya bekerja memberitahukan akan ada seorang Muslim yang bekerja bersama kami, ia sangat religius dan sebaiknya kami bersikap sopan padanya. Sejak hari pertama Muslim itu bekerja, ia mulai berdakwah. Ia tidak pernah melewatkan waktu menerangkan tentang Islam kepada kami. Semua orang berkata kepadanya bahwa mereka tidak mau mendengar apapun tentang Islam. Kecuali saya. Jiwa saya menangis, bahkan kepala batu saya tidak mampu menghentikannya. Kami mulai bekerja sama, saling menceritakan dan berdiskusi tentang agama kami. Saya sudah tidak lagi percaya Kristen sama sekali, namun ketika ia mulai bertanya banyak hal, saya merasa sebagai “tentara pembela salib” yang membela agama melawan Muslim itu.

Saya mulai menyadari bahwa saya sedang didorong ke suatu arah, maka saya berdoa terus dan terus kepada Sang Pencipta dan menyerahkan semua kepada-Nya. Saya merasa doa saya sedang dijawab; saya pulang ke rumah dan berbaring di kasur. Kemudian saya merasa harus berdoa, rasanya seperti saya belum pernah berdoa sebelumnya. Saya duduk di atas kasur dan memohon, “Yesus, Tuhan, Budha, atau siapapun Engkau, tolong, tolong bimbinglah saya, saya membutuhkan-Mu! Saya sudah banyak melakukan dosa dalam hidup ini, dan saya membutuhkan pertolongan-Mu! Jika Kristen adalah agama yang benar, maka buatlah saya semakin teguh dengannya. Jika Islam yang benar, maka bawalah saya kepadanya!” Saya berhenti berdoa dan air mata mulai surut, jiwa ini rasanya begitu tentram, saya sudah menemukan jawabannya. Esok harinya saya berangkat bekerja dan berkata kepada saudara Muslim itu, “bagaimana cara ‘menyapa’ mu?” Ia bertanya apa maksud saya. Saya katakan padanya, “Saya ingin masuk Islam.” Ia memandang saya dan berseru, “Allahu Akbar!” Kami berangkulan sekian lama, saya berterima kasih untuk semua kepadanya. Dan saya memulai perjalanan di dalam Islam.

Mengenang kembali apa yang telah terjadi sepanjang hidup ini, saya merasa sepertinya memang dipersiapkan untuk menjadi seorang Muslim. Saya ditunjukkan betapa besarnya ampunan dan kasih sayang Allah. Semua yang terjadi dalam hidup saya memberikan pelajaran. Saya belajar betapa indahnya ajaran Islam yang melarang narkoba, seks bebas dan perlunya hijab. Akhirnya saya berada di jalan yang benar, menjalani hidup dengan tenang, dan berusaha menjadi seorang Muslim yang baik.

Tantangan dalam hidup akan selalu ada, sebagaimana yang saya dan Anda rasakan. Tapi dengan adanya tantangan ini, dengan sakit dalam dada yang kita rasakan, kita menjadi lebih kuat. Kita belajar, dan akhirnya kembali kepada Allah. Kita yang telah menerima Islam dalam hidup ini, sungguh telah mendapatkan berkah dan keberuntungan. Kita diberikan kesempatan, kesempatan untuk mendapat kasih sayang dan ampunan yang sangat besar. Rahmat yang sebenarnya tidak layak kita terima, namun Allah berkehendak untuk memberikannya kepada kita di hari akhir nanti.

Saya telah berdamai dengan keluarga dan mulai kembali menyerahkan hidup kepada kehendak Allah. Islam sungguh sebuah pedoman hidup yang benar. Meskipun kita mendapat perlakuan buruk dari sesama Muslim atau non Muslim, kita harus bersabar dan menyerahkan semuanya kembali kepada Allah.

Jika ada kata yang salah maka datangnya dari saya, dan segala yang benar datangnya dari Allah. Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad. Amin. [di, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]

Yuk, Jadi Lebih Baik!

Nggak kerasa bulan Ramadhan udah berlalu lagi. Sedih rasanya berpisah dengan bulan mulia ini. Sebab, dalam bulan Ramadhan, begitu banyak keutamaannya. Entah kenapa seluruh umat Islam di dunia pasti merasakan keunikan bulan ini. Unik yang bagaimana? Unik karena kita kudu puasa di siang hari. Sementara malamnya, kita sholat malam, kemudian bangun lebih awal untuk sahur dan beribadah lagi. Namun demikian, kegiatan sehari-hari tetap kudu berjalan, walau kadang kurang optimal karena ngantuk, lemes dan susah konsentrasi. Sebenarnya semua kegiatan tersebut biasa aja, dan bukan merupakan hal yang aneh bagi orang Islam. Cuma karena kita jarang melakukannya, kegiatan tersebut terasa berbeda di bulan Ramadhan.

Datang dan perginya bulan Ramadhan pasti akan terjadi sepanjang masih ada kehidupan di dunia ini. Nah, karena sifatnya sudah pasti terjadi, mestinya kita yang udah cukup sering berpuasa Ramadhan. Tentunya udah mahir banget. Sama seperti naik sepeda, pada mulanya terasa sulit. Sering kali kita harus jatuh berkali-kali. Kadang malah sampai berdarah-darah segala. Namun kemudian perlahan kita mulai bisa. Terus berlatih sampai akhirnya jadi mahir banget. Nggak cuma jalan biasa aja yang bisa dilewatin. Mulai dari gunung sampai trek yang biasanya dipake buat skateboard pun di jabanin. Yang semula naik sepeda biasa aja, karena berlatih terus akhirnya kita bisa, lepas stang, jumping, flip 360 derajat dll.

Demikian juga dengan puasa, kalo kita dengerin ustadz di masjid ceramah selama bulan puasa, sering kali mereka menjelaskan kalo bulan puasa adalah bulan latihan bagi umat muslim untuk menahan hawa nafsunya. Kalo kita udah terbiasa berlatih, harusnya kita jago banget dalam berpuasa ini. Semula cuma puasa setengah hari, karena berlatih terus, mestinya tidak akan sulit untuk puasa sehari penuh. Bagi kamu yang biasanya puasa bolong-bolong, jadi bisa puasa full selama 1 bulan tanpa jeda.

Setiap latihan pasti ada tujuannya. Kalo berpuasa dianggap sebagai latihan, terus apa dong tujuannya? Sebenernya tujuannya sudah diungkap oleh Allah Swt. di dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 183 (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ayat ini cukup populer terutama di bulan Ramadhan. Maksud dari ayat ini adalah pernyataan Rabb manusia yang menginginkan hamba-hambaNya memperoleh derajat yang mulia yaitu menjadi orang yang bertakwa, dengan jalan berpuasa. Secara umum yang dimaksud dengan takwa adalah melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi setiap laranganNya. Dan memang seperti itu yang biasanya terjadi di bulan puasa.

Contoh sederhana, wanita pada rame-rame menjaga auratnya. Baik di tivi sampai di tempat-tempat publik, seperti warung pun banyak yang mengubah jadwal operasional mereka. Menyesuaikan dengan waktu berbuka dan sebagainya. Nah, tersisa sebuah pertanyaan besar setelah kita berpuasa Ramadhan selama 1 bulan penuh: tercapaikah tujuan berpuasa seperti yang di tunjukkan al-Quran? Yuk kita evaluasi diri kita.

Bentuk takwa

Sebelum kita bahas dengan luas (yakni hasil dari panjang dikali lebar, lho kok jadi kayak pelajaran matematika?), kita harus paham terlebih dahulu bagaimana sih bentuk-bentuk takwa yang diajarkan dalam bulan Ramadhan. Tentu agar nantinya kita bisa menggunakan skill ketakwaan yang sudah kita latih selama sebulan penuh, di 11 bulan lainnya.

Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap yang Allah Swt. larang. Walaupun sebenarnya larangan tersebut lebih berat. Misalnya makan, minum dan menahan berhubungan dengan suami/istri (bagi yang sudah punya) di siang hari pada saat Ramadhan. Semua yang dilarangan tersebut tidak haram dalam Islam, bahkan sesuai dengan fitrah manusia. Namun selama berpuasa (di siang hari) Ramadhan kita harus meninggalkannya. Beda ceritanya dengan larangan membunuh atau mencuri, yang secara alami, manusia tidak menyukainya, jadi lebih mudah untuk meninggalkannya. Karena itulah larangan ini memiliki derajat yang lebih tinggi, sehingga balasannya pun lebih besar. Sebagai referensi coba kita ingat kembali cerita Nabi Ibrahim yang diperintah untuk menyembelih anaknya sendiri, yakni Ismail (Nabi Ismail). Ini semua dilakukan dalam rangka taqorrub atau mendekatkan diri pada Allah dan meraih pahala dariNya. Inilah bentuk takwa pertama.

Kedua, selama berpuasa kita sebenarnya bebas melakukan kesenangan yang kita inginkan. Mau minum diem-diem, atau makan sembunyi-sembunyi, bisa kok kalo mau. Beda ceritanya kalo dijagain sama pengawas, misal ada polisi di jalan. Biasanya sih pada nurut kalo ada polisinya. Lain halnya juga kalo kita tercegah untuk melakukan hal-hal yang dilarang tersebut, misal dimasukin ke sel/dikurung sehingga nggak bisa makan, minum dengan bebas.

Orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang ada. Namun dia mengetahui bahwa Allah Ta’ala selalu mengawasi diriNya. Jadi meski tidak ada polisi dan juga tidak ada penghalang, orang yang berpuasa memilih untuk tidak melanggar perintah Rabbnya. Sebab, ia merasa selalu diawasi oleh Allah Swt. Inilah bentuk takwa yang kedua.

Ketiga, selama kita berpuasa, terasa banget bagaimana kita menjadi lebih bersemangat melakukan semua ibadah, kenapa ya? Ya karena kita tahu begitu besar balasan yang akan kita terima. Sama seperti seorang pekerja yang disuruh lembur sama majikannya dan selama lembur pekerja tersebut memperoleh bayaran dua kali lipat dari biasanya. Tentunya karyawan itu akan mengharapkan setiap hari adalah hari lembur. Sudah pasti bersemangat menyelesaikan pekerjaannya dan semangat itulah yang menghantarkannya menuju penyelesaian pekerjaan dengan sempurna.

Bagi orang yang berpuasa, mereka akan bersemangat melakukan ibadah. Mereka tahu besarnya pahala yang akan diperoleh. Sehingga akhirnya menghantarkan mereka tidak hanya melakukannya dengan semangat saja namun juga melakukan ibadah dengan sempurna. Sempurnanya amalan dikarenakan semangat dalam melakukannya, merupakan jalan menggapai takwa.

Minimal ketiga bentuk takwa di atas adalah skill ketakwaan yang telah kita latih selama bulan Ramadhan. Lalu apa keuntungan kita dengan memiliki ketiga skill ketakwaan tersebut? Ngaruh emang dalam kehidupan kita? Jelas ngaruh dong, paling tidak ada 4 keuntungan yang kita peroleh:

Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Setiap dari kita adalah pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan. Karena Allah Swt. akan meminta pertanggung jawaban manusia sebagai pemimpin (sesuai dengan apa yang dipimpinnya), maka seorang muslim harus mampu mengendalikan jiwanya. Sebab, kalo dirinya sendiri saja nggak bisa mengendalikan/mengatur jiwanya, bagaimana mungkin dia bisa memimpin/mengatur orang lain?

Selama bulan Ramadhan kita dilatih untuk mengendalikan syahwat dan kesenangan dunia, kenapa? Karena rasa kenyang dengan banyaknya makan dan minum, itu semua biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan menjadi lalai. Puasa mendidik kita untuk tidak lalai dan kufur terhadap nikmat Allah ‘azza wa jalla, yang pada akhirnya akan menjadikan setiap orang mampu mengendalikan jiwanya.

Kedua, dengan terkendalinya jiwa, maka hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik dan sibuk mengingat Allah Swt. Apabila seseorang terlalu tersibukkan dengan kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah Swt. Oleh karena itu, apabila hati tidak tersibukkan dengan kesenangan duniawi, juga tidak disibukkan dengan makan dan minum ketika berpuasa, hati pun akan bercahaya, akan semakin lembut, hati pun tidak mengeras dan akan semakin mudah untuk tafakkur (merenung) serta berdzikir pada Allah.

Ketiga, dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, bagi orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya pun dianjurkan untuk gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu. Fungsi sosial individu biasanya dapat dilakukan dengan mudah selama bulan Ramadhan. Namun kewajiban individu ini memiliki keterbatasan. So, supaya fungsi sosial Islam dapat terlaksana dengan sempurna, tidak bisa tidak, diperlukan peran aktif negara dalam pelaksanaannya.

Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit jalannya darah. Sedangkan setan berada pada jalan darahnya manusia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia pada tempat mengalirnya darah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Jadi puasa dapat ‘membelenggu’ setan yang seringkali memberikan was-was. Puasa pun dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh karena itu, Nabi saw. menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian.

Jadi yang terbaik

Ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya kita menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya. Sebab, kita udah ditempa untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dulu malas shalat 5 waktu, seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Shalat Jama’ah bagi kaum pria, harusnya dapat rutin dilakukan di masjid, sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita yang berusaha mengenakan kerudung dan jilbab, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga.

Rasulullah saw. bersabda, “(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (terus menerus) walaupun sedikit.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah)

Selain itu para ulama juga seringkali mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah) hanya pada bulan Ramadhan saja.”

Sobat GI, untuk menjadi lebih baik di 11 bulan ke depan, kita kudu mengerti skill ketakwaan yang telah kita latih selama bulan Ramadhan dan udah saya jelasin di awal ya. Selain ngerti, juga kudu bisa menggunakannya dalam kehidupan kita hingga betemu dengan Ramadhan lagi. Jangan sampai kita sia-siakan hasil latihan kita selama 1 bulan tanpa bekas. Sebab, itu merupakan satu tanda kerugian amalan seseorang, seperti firman Allah Swt. (yang artinya), “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat.” (QS asy-Syuraa [42]: 20)

Ibnu ‘Abbas menjelaskan, “Barangsiapa yang melakukan amalan puasa, amalan shalat atau amalan shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari keuntungan dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi.”

Semoga Allah Swt. menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan menjadikan kita mampu menggunakan berbagai skill ketakwaan yang telah kita latih di bulan Ramadhan selama 1 tahun penuh hingga bertemu Ramadhan kembali. Semoga Allah memberikan kita petunjuk, ketakwaan, menjauhkan kita dari hal-hal haram dan memberikan kita umur untuk bertemu Ramadhan lagi. Amiiin. Menjadi baik saja belum cukup jika kita mampu menjadi yang trebaik. Yuk, jadi lebih baik lagi! [aribowo: aribowo@gaulislam.com]

Islam,Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan Barat (3)

PERADABAN BARAT DIAMBANG KERUNTUHAN

Akan tetapi, ditengah kerumunan permusuhan Barat yang amat bengis terhadap Islam, akidah dan syari’ahnya, pada tahun 2008 M telah terjadi sebuah gaung keruntuhan bagi ekonomi Kapitalis yang akan diteruskan dengan kehancuran ideologi Kapitalisme. Barat telah mengumumkan kebangkrutannya dalam aspek ini. Diantara topik yang amat paradoks, dimana pada saat Islam disebut-sebut sebagai agama konservatif, lalim, ketinggalan zaman, tidak berperadaban…dan harus diubah, justru dari sana, dari ‘rumah’ mereka sindiri, menggaung sebuah seruan yang menyatakan bahwa Islam-lah yang akan menyelamatkan dunia.

Seruan itu menyatakan bahwa, “Kita sangat-sangat butuh untuk membaca al-Quran, sebagai ganti dari Injil, demi memahami apa sebenarnya yang terjadi pada bank-bank kita”. Dengan nada yang bertanya-tanya, seruan itu mengatakan, “Apakah Wall Street mampu untuk memeluk prinsip-prinsip syari’ah Islam?”, dan sekaligus memberikan isyarat akan pentingnya sistem pendanaan Islam dan perannya dalam menyelamatkan ekonomi Barat. Dan sampai Paus sekalipun, yang baru beberapa bulan menghina Islam, tiba-tiba ia muncul dalam sebuah surat kabar yang berada di bawah komando politiknya, Romanian Observatory, dengan menyatakan keharusan mengambil pelajaran dari cara Islam dalam pendanaan melalui hutang yang benar-benar jauh dari riba (bunga) dan judi. Ya, benar. Barat yang telah dengan terus terang mengumumkan peperangan gilanya terhadap Islam, kini mereka telah mengumumkan, baik para pengamat, politisi maupun para pemikirnya, bahwa masa depan pertempuran ini akan berada di tangan Islam. Sementara, Barat akan benar-benar runtuh hadharahnya.

Dalam bukunya, Mâ Warâ’ al-Islâm, Nixon mengatakan, “Pada kenyataannya, yang mengancam dunia ini ialah bahwa negara kita mungkin saja kaya dengan berbagai komoditi, akan tetapi miskin spritual. Pendidikan dan pengajaran yang buruk, kriminalitas yang kian terus bertambah, kekerasan yang kian terus meningkat, perpecahan atas dasar rasisme yang kini terus berkembang, kemiskinan yang terus menjalar, dampak narkotika, budaya yang hancur di dalam sarana-sarana hiburan, merosotnya pelaksanaan hak-hak dan tanggung jawab sipil dan meluasnya kekosongan spritual, itu semua telah mengakibatkan cerai-berai dan keterasingan orang-orang Amerika dari negeri-negeri mereka, agama mereka dan bahkan antar mereka sendiri”.

Zbigniew Brzezinski, mantan penasehat keamanan nasional Amerika, mengatakan, “Masyarakat yang telah tenggelam dalam syahwat (msyarakat Amerika), sesungguhnya tidak akan mampu membuat undang-undang moral bagi dunia. Sementara, hadharah manapun yang tidak mampu mempersembahkan kepemimpinan moral, maka dipastikan akan sirna dan hancur”.

Adapun Samuel Huntington, setelah mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi dan kependudukan sebagai faktor-faktor yang akan menjadikan hadhârah Amerika (Barat) beranjak dari atas pentas negera dunia menuju pentas kehancuran, maka Huntington mengingatkan bahwa disana terdapat hal yang lebih dari pada faktor-faktor tersebut; itulah problem kehancuran moral, bunuh diri, dan perpecahan politik di dunia Barat. Dalam kaitannya dengan nampaknya kehancuran moral, Huntington menyebutkan sebagai berikut:

· Bertambahnya perilaku yang melanggar nilai-nilai sosial; seperti, kriminalitas, penggunaan narkotika dan berbagai tindak kekerasan secara umumnya.

· Hancurnya urusan rumah tangga. Hal ini mencakup meningkatnya ratio perceraian, anak tidak resmi, banyaknya remaja putri yang hamil, dan bertambahnya jumlah single parent family (keluarga berorangtua tunggal)

· Lemahnya etika kerja secara umum dan meningkatnya kecenderungan ketenggelaman sosial.

· Menurunnya komitmen pendidikan dan kegiatan pemikiran. Hal nampak pada rendahnya tingakat pencapaian bidang akademik negara Amerika Serikat (AS)

Lebih lanjut Huntington menuturkan bahwa “Kecenderungan-kecenderungan negatif ini-lah yang secara alami akan mengantarkan pada kepastian keunggulan moral (al-tafawwuq al-akhlâqy) bagi kaum Muslim. Sehingga, tentu saja mereka (kaum Muslim) akan membuang sikap indimâj/integrasi (menyatu dengan Barat) dan diganti dengan melanjutkan komitmen terhadap nilai-nilai, tradisi dan tsaqafah serta budaya original masyarakat mereka disertai dengan memasarkannya. Ketika proses isti’âb/kulturisasi (penyerapan) dan indimâj/integrasi (menyatu dengan Barat) mengalami kegagalan, maka, dalam kondisi semacam ini Amerika Serikat akan menjadi sebuah negara yang terpecah-pecah atau terbelah-belah dengan segala derivasinya berupa berbagai kemungkinan pergolakan dan perpecahan internal.

Surat kabar al-Wathan, Kuwait, dalam edisinya yang terbit pada 18/10/2006 M mempublikasikan sebuah berita yang dikutip dari “Financial Times, London, tulisan Richard Haas, ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika, yang mengemukakan bahwa keputusan perang Iraq adalah penyebab pertama selesainya masa (kekuasaan) Amerika di wilayah itu. Dalam tulisan itu juga tertera, “Hari ini, setelah sekitar delapan puluh tahun dari runtuhnya kerajaan Utsmaniah dan lima puluh tahun dari akhir masa penjajahan serta kurang dari dua puluh tahun dari selesainya perang Dingin, dapat kita katakan bahwa masa (kekuasaan) Amerika di wilayah-wilayah tersebut telah berakhir. Hanya saja, mimpi-mimpi yang selalu menggelayuti hayalan sebagian orang seputar berdirinya Timur Tengah yang damai, cerah dan demokratis seperti Eropa tidak pernah akan menjadi kenyataan. Hal itu karena, kemungkinan yang amat kuat adalah lahirnya Timur Tengah Baru yang akan membangkitkan banyak kerugian bagi dirinya sendiri dan bagi Dunia. Amerika Serikat, pada masa kejayaannya, yang dimulai setelah runtuhnya Uni Soviet, telah menikmati kekuasaan dan kebebasan bertindak yang belum pernah terwujud sebelumnya. Akan tetapi, masa ini tidak bisa berlangsung kecuali hanya kurang dari dua dekade karena ada beberapa sebab.

Pertama adalah keputusan kantor presiden untuk melakukan penyerangan terhadap Iraq dan cara pengarahan aktifitas ini serta dampak yang diakibatkan oleh pendudukan. Usailah sudah negara Iraq yang sebelumnya dihegomoni oleh kelompok Sunni yang memiliki kekuatan untuk menciptakan keseimbangan dengan Iran. Sementara itu, banyak faktor-faktor lain yang bermunculan diatas pentas berbagai peristiwa. Diantaranya; selesainya aktifitas perdamaian di Timur Tengah, gagalnya sistem Arab konvensional dalam menghadang pengaruh Islam radikal, dan kemudian globalisasi yang telah menjadikan jalan yang mudah bagi kelompok radikal untuk mendapatkan pendanaan, persenjataan, pemikiran dan pasukan. Washinton akan terus menghadapi tantangan yang semakin bertambah dari para pemain lain dimana yang paling nampak adalah Uni Eropa, Cina dan Rusia. Akan tetapi, masalah yang paling banyak harus mendapatkan perhatian dari pada semua itu adalah tantangan yang akan lahir dari Negara-negara di wilayah Timur Tengah dan organisasi-organisasi radikal yang bersarang di sana”.

Patrick Bokna, salah seorang yang pernah dicalonkan dalam pemilihan presiden Amerika, dalam sebuah makalah yang berjudul “Apakah Perang Peradaban Akan Meletus” yang ia tulis seputar perang yang dipimpin oleh Amerika melawan apa yang disebut dengan terorisme, mengatakan, “Islam tidak mungkin dapat dihancurkan dan hanya akan selesai dengan kerugian. Hal ini didasarkan pada fakta kepastian hasil akhir peperangan agama apapun dengan kemenangan kekuatan Islam. Akan tetapi, tidak mungkin kita dapat menghancurkan Islam sebagaimana kita menghancurkan Nazisme, Fasisime dan speritual militer Jepang, Bolshevik dan Sosialisme (Sufiyâtiyah). Islam telah benar-benar mampu eksis selama kurang lebih empat ratus tahun, sebagaimana Islam adalah sebuah akidah yang menghegomoni lima puluh tujuh (57) negara. Dia benar-benar tidak dapat dihancurkan. Dari sisi materi Barat memang unggul. Akan tetapi, bagaimanapun juga keunggulan materi tidak mempu menghalangi hancurnya kekaisaran Sosialisme (Sufiyâtiyah). Dan jika faktor akidah adalah sebagai pemutus, maka Islam sesungguhnya adalah agama yang terus bertempur dan bergerak, sementara Kristen adalah agama yang jumud. Islam adalah agama yang terus mengalami perkembangan, sementara Kristen adalah agama yang kurus kering. Para pasukan Muslim adalah orang-orang yang selalu siap kalah dan mati, sementara Barat selalu menghindari beban kerugian. Patrick Bokna mengakhiri ungkapannya dengan, “Kalian jangan meremehkan Islam. Sebab Islam adalah agama yang paling cepat menyebar di Eropa…Dan agar anda dapat mengalahkan sebuah akidah, maka anda-pun harus memiliki akidah. Lantas apakah akidah kita? Kecenderungan individualisme?”

Tuliasan singkat politikus ini juga pernah dimuat pada 23/06/2006 M di “Muassasah Munâhadhat al-Harb” dengan judul Fikrah Âna Awânuhâ (Cita-cita Yang Telah Tiba Saatnya). Dalam tulisannya ini, Patrick Bokna menceritakan bahwa ide berhukum dengan Islam (Negara Islam) semakin menguat tali-talinya (akar-akarnya) ditengah-tengah kaum Muslim. Ia menuturkan bahwa ketika kita (Barat) menyaksikan tentara bersajata Amerika memerangi kelompok Sunni yang memberontak terhadap pemerintah, kelompok mujahidin Syi’ah, kelompok Jihadi Iraq dan kelompok Taliban yang membangkang terhadap undang-undang, dan mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah, kita langsung teringat ungkapan Victor Hugo “Kekuatan tentara manapun tidak akan menandingi bangkitnya kekuatan Cita-cita Yang Telah Tiba Saatnya”. Pemikiran yang telah menyatu dengan pasukan perlawanan ini sesungguhnya adalah sebuah pemikiran yang sangat menentukan. Sebab, mereka meyakini bahwa di sana ada satu Tuhan, yaitu Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, Islam (atau tunduk kepada al-Quran) adalah satu-satunya jalan menuju surga dan bahwa masyarakat rabbâni wajib berhukum dengan syari’at Islam atau undang-undang Islam. Setelah mencoba berbagai jalan (aturan) yang akhirnya mengantarkan mereka pada kegagalan, kini mereka telah kembali ke pangkuan Islam. Ribuan juta kaum Muslim telah mulai kembali kepada akar mereka denga (cara menerapkan) Islam yang lebih bersih. Kekuatan keimanan di dalam Islam sungguh luar biasa. Buktinya Islam masih tetap eksis meskipun telah berlangsung dua abad kekalahan dan kehinaan yang menimpa kerajaan Ustmani dan dihancurkannya Khilafah pada masa Mustafa Kemal Ataturk, sebagaimana Islam juga telah mengalami penderitaan akibat pemeritah Barat selama beberapa generasi. Islam benar-benar telah membuktikan bahwa ia jauh lebih kuat dari pada faham nasionalisme Yaseer Arafat atau Sadam Husen. Yang harus difahami oleh Amerika ialah bahwa masalah ini bukan masalah yang biasa bagi kita. Dari Marokko hingga Pakistan; Amerika setelah ini tidak akan melihat kami lagi sebagai mayoritas meskipun kita adalah manusia yang baik-baik. Jika Negara Islam adalah sebuah pemikiran yang semakin menguat tali-talinya (akar-akarnya) di tengah-tengah kaum Muslim, maka bagaimana kekuatan pasukan yang terkuat di muka bumi ini dapat menghentikannya? Tidakkah kita membutuhkan politik (taktik) baru?!”.

Surat kabar al-Mujtama’ al-Kuwaitiyah edisi 119 tanggal 05/03/1996 M mengutip bahwa Jim Miran, anggota dewan urusan luar negeri kongres Amerika, menuturkan kepada direktur surat kabar, “Saya meyakini abad mendatang adalah abad Islam, abad tsaqafah Islam, dan abad ini akan menjadi sebuah kesempatan untuk semakin menciptakan kedamaian dan kesejahtraan di setiap penjuru dunia”. (sumber : majalah alwaie arab edisi khusus)

Islam,Khilafah, dan Hizbut Tahrir Dalam Pandangan Barat (2)

ISLAM DI MATA BARAT

Inilah sikap yang telah diputuskan dan telah ditetapkan sejak dahulu dalam pemikiran Barat dan akal para pemimpinnya. Sebuah sikap yang telah biasa dijalankan oleh orang-orang Barat dan para pengiktunya dengan penuh keyakinan dan kepuasan, dengan penuh keinginan, kesadaran, dan kesengajaan. Ini bukan perkara baru. Permusuhan terhadap kaum Muslim ini akan tetap selalu terpendam dan terus tumbuh mengakar di dalam relung jiwa kaum kafir semenjak Allah menuturkan karakter mereka di dalam Al-Quran;

“Dan Sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar. Padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. dan Sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.(TQS. Ibrahim: 46)

Musuh-musuh itu telah dengan terang-terangan dalam permusuhan ini selam berabad-abad lamanya. Karenanya ketika tentara mereka mengenakan pakaian perangnya dan datang untuk menjajah negeri-negeri Islam, mereka berteriak dengan sekuat suaranya, “Ibuku, selesaikan-lah sembahyangmu…, jangan engkau menangis…, tetapi tersenyum dan berharaplah…., aku berangkat ke Tripoli… dengan penuh kegembiraan dan kesenangan… akan aku curahkan darahku untuk memusnahkan umat terlaknat…akan aku perangi agama Islam….aku akan berperang dengan sekuat tenaga demi menghapus al-Quran…”.

Barat telah membangun hubungan dengan kita di atas satu dasar; bahwa, perang Salib masih terus berlangsung. Dengan demikian, permusuhan Barat terhadap dunia Arab dan Islam sesungguhnya adalah permsuhan agama dan hadharah (peradaban) yang selama ini telah mengakar di dalam jiwa kaum Barat dan para pendukungnya. Peperangan mereka atas kita itu akan terus berlangsung agar raksasa Islam (yang mereka hatairkan itu) tidak muncul kembali.

Dalam bukunya, al-Islâm ‘alâ Muftaraq al-Thuruq, Muhammad Asad (Leopold Weiss) mengatakan, “Kebencian ini sungguh selalu memenuhi jiwa bangsa Barat tiap kali disebut kata Muslim. Hal ini telah merasuk ke dalam peribahasa-pribahasa mereka, sehingga hal ini telah tertancap kuat kedalam hati setiap orang Eropa, laki-laki maupun wanita. Dan yang lebih aneh lagi, semua ini masih terus hidup di dalam hati mereka meskipun telah berlangsung masa-masa pergantian (tabaddul) tsaqâfah (kultur dan peradaban). Setelah itu, perasaan keagamaan baru mulai memadam…Akan tetapi permusuhan terhadap Islam masih terus berlangsung…Selanjutnya, sikap meremehkan yang telah mentradisi itu mulai merasuk dalam bentuk faksionalis yang tidak rasional kedalam kajian-kajian ilmiah mereka. Sehingga, meremehkan Islam adalah merupakan bagian fundamental dalam pemikiran Eropa”. Ini-lah yang muncul dari lisan mereka. Padahal, apa yang tersimpan di dalam dada mereka jauh lebih besar (wamâ tukhfî shudûruhum akbar).

Samuel Zwimmer, ketua organisasi missionaris dalam sebuah konfrensi kaum missionaris di al-Qusd yang diselenggarakan pada tahun 1935 M, mengatakan “Tugas kaum missionaris yang ditekankan kepada kalian oleh negara-negara Kristiani untuk dijalankan di negara-negara Muhammad (Islam. peny) sesungguhnya bukan memasukkan kaum Muslim ke dalam agama Kristen. Sebab, itu artinya memberikan petunjuk dan penghormatan kepada mereka. Akan tetapi, tugas kalian adalah mengeluarkan kaum Muslim dari Islam-nya, sehingga ia tidak memiliki hubungan lagi dengan Allah. Dengan demikian, mereka tidak akan ada lagi hubungan dengan akhlak yang menjadi tonggak berdirinya umat dalam kehidupannya. Karena itu, dengan aktifitas ini, kalian akan menjadi cikal-bakal terbukanya penjajahan di kerajaan-kerajaan Islam. Sebab, kalian telah mempersiapkan semua pikiran mereka untuk ikut serta berjalan di jalan yang kalian tempuh; yakni agar tidak kenal lagi dengan hubungannya dengan Allah dan tidak memiliki keinginan lagi untuk mengenalnya. Dengan demikian, kalian telah mengeluarkan kaum Muslim dari Islam, akan tetapi kalian tidak memasukkannya ke dalam agama Kristen (Masîhiyah). Dan pada saat itulah, lahir generasi Islam yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kaum penjajah; tidak pernah memperhatikan hal-hal yang besar, gemar bersenang-senang, bermalas-malasan dan selalu ingin menuruti syahwatnya dengan berbagai cara, sehingga syahwat itulah yang menjadi tujuan dalam kehidupannya. Jadi, jika mereka belajar, tak lain adalah kerena syahwat, jika mereka mengumpulkan harta juga karena syahwat dan jika menempati posisi yang tinggi lagi-lagi dalam jalan syahwat, mereka menjadi orang-orang yang loyal untuk mengorbankan segalanya demi tercapainya syahwat. Wahai para missionaris, tugas kalian akan benar-benar sampurna jika kalian mampu melaksanakan semua ini”.

Dalam sebuah artikelnnya yang dipublikasikan dalam surat kabar al-‘Âlam al-Islâmy al-Tabsyîriyah, Isaiah Bowman mengatakan, “Tidak pernah dijumpai sama sekali ada suatu bangsa Kristiani yang telah masuk ke dalam Islam kemudian kembali menjadi Nasrani. Jadi, Islam adalah satu-satunya bahaya yang menghadang keberlangsungan Zionisme dan Israel”.

Seorang missionaris, Takaly, mengatakan, “Kita harus menggunakan al-Quran. Sebab, al-Quran adalah sebuah sejata yang paling ampuh yang ada di dalam Islam untuk melawan Islam itu sendiri, sehingga kita benar-benar mampu menghancurkan Islam. Kita harus menjelaskan kepada kaum Muslim bahwa sesungguhnya kebenaran yang ada di dalam al-Quran bukan perkara baru, sementara, perkara baru yang ada di dalam al-Quran sesungguhnya bukan perkara yang benar”.

Seorang missionaris lain, William Gifford Palgrave mengatakan, “Kapan jika al-Quran dan kota Makkah telah tertutupi dari negeri-negeri Arab, ketika itulah kita akan dapat melihat bangsa Arab masuk ke dalam hadhârah (peradaban) Barat dan menjauah dari Muhammad dan kitabnya”.

Lawrence Brown mengatakan, “Islam-lah sesungguhnya satu-satunya tembok pertahanan yang menghadang penjajahan Eropa”.

Mureaux Berger dalam bukunya, al-Âlam al-‘Araby al-Mu’âshir, mengatakan, “Ketakutan kita terhadap bangsa Arab serta perhatian besar kita kepada umat Arab sesungguhnya tidak lahir akibat adanya sumber minyak yang melimpah di sana. Tetapi, karena Islam”.

Gardner mengatakan, “Peperangan Salib sesungguhnya tidak untuk menyelamatkan al-Quds, akan tetapi untuk menghancurkan Islam”.

Cardinal Port menegaskan, “Orang-orang Kristiani harus kerja sama dengan Yahudi untuk menghancurkan Islam yang membebaskan bumi suci (al-Ardh al-Muqaddasah). (Nasyrah al-Ta’âyusy al-Masybûh: Hal. 4)

Raja Louis kesembilan, raja Prancis yang tawan di Dâr Ibn Luqmân di al-Manshurah, dalam sebuah dokumen yang tersimpan di Dâr al-Watsâ’iq al-Qaumiyah (Kantor Dokumen Nasional) Paris mengatakan, “Sesungguhnya tidak mungkin dapat mengalahkan kaum Muslim melalui peperangan. Akan tetapi, kita dapat mengalahkan mereka dengan melalui cara politik sebagai berikut:

· Menyebarkan perpecahan diantara pemimpin kaum Muslim. Jika telah terjadi, dengan semaksimal mungkin harus dilakukan sebuah tindakan-tindakan yang akan menjadikan perpecahan itu semakin melebar. Sehingga hal ini menjadi faktor yang akan melemahkan kaum Muslim.

· Mencegah berdirinya pemerintahan yang baik di negeri-negeri Islam dan Arab

· Menghancurkan sistem kepemerintahan di negeri-negeri Islam dengan suap, kerusakan dan wanita. Sehingga pudarlah kaedah kehidupan mereka dari tujuan yang tingginya.

· Menghalangi lahirnya sebuah tentara yang percaya akan kewajibannya terhadap tanah air dan yang rela berkorban demi ideologinya.

· Berusaha menghalangi berdirinya persatuan Arab di wilayah Arab.

· Berusaha mendirikan negara Barat di wilayah Arab yang membentang diantara Gaza selatan, Antioch Utara kemudian mengarah ke Timur dan membentang sampai ke Barat.

Gibb (tokoh missionaris di Inggris) mengatakan, “Islam telah kehilangan dominasinya atas kehidupan sosial kaum Muslim. Sementara, wilayah kekuasaannya semakin menyempit sedikit demi sedikit hingga tinggal ritual-ritual yang amat sempit. Semua ini semakin beranjak sampurna tanpa adanya sebuah kesadaran sedikitpun. Perkembangan itu kini telah benar-benar jauh dan tidak mungkin akan kembali lagi. Akan tetapi, kesuksesan perkembangan ini sangat tergantung dengan para tokoh dan pemimpin kaum Muslim, terlebih para pemudanya. Semua itu tak lain adalah buah hasil kegiatan pendidikan dan tsaqafah libral”.

Orang-orang Inggris menyebut serangan militer mereka atas al-Quds pada saat perang dunia pertama sebagai perang Salib. Patterson Schmidt, dalam bukunya, Hayât al-Masîh al-Sya’biyah, mengatakan, “Selama itu perang Salib selalu membawa kegagalan. Akan tetapi peristiwa besar telah terjadi setelah itu, yakni pada saat Inggris mengirimkan pasukan Salibnya yang kedelapan. Pada kali ini telah benar-benar berhasil. Serangan Allenby atas al-Quds pada saat perang dunia pertama adalah serangan pasukan Salib yang kedelapan sekaligus yang terakhir. Oleh sebab itu, surat kabar Inggris menyebarkan foto Allenby dan di bawahnya tertulis sebuah ungkapan Allenby pada saat menaklukkan al-Quds yang amat terkenal, “Pada hari ini-lah, perang Salib telah usai”.

Berbagai surat kabar memberitakan bahwa ini bukan sikap Allenby saja, akan tetapi justru seluruh sikap politik Inggris. Surat kabar-surat kabar itu menulis, “Lloyd George, menteri luar negeri Inggris, di parlemen Inggris mengucapkan selamat kepada Jendral Allenby karena memperoleh kemenangan dalam akhir sebuah pertempuran dari perang Salib yang disebut oleh Lloyd George sebagai perang Salib yang kedelapan”.

Orang-orang Prancis juga tidak asing lagi dengan perang Salib. Sebab, hakekat agama kufur adalah satu. Contohnya adalah Jendral Goro. Setelah mengalahkan pasukan Maysaloon di luar kota Damaskus, ia langsung pergi menuju pusara Shalahuddin al-Ayyubi di masjid jâmi’ al-Umawy dan menjejaknya dengan kakinya saraya mengatakan kepadanya, “Lihatlah, kami telah kembali wahai Shalahuddin!”.

Gerakan Salib di Prancis ini dikuatkan oleh ungkapan Monsieur Beidou, menteri luar negeri Prancis, ketika dikunjungi oleh sejumlah anggota parlemen Prancis dan memintanya untuk membuat spesifikasi pertempuran yang terjadi di Marrakech. Monsieur mengatakan kepada mereka, “Itu adalah sebuah pertempuran antara Bulan Sabit dan Salib”.

Orang-orang Yahudi yang terlaknat di setiap masa itu, pada saat pasukan Israel memasuki al-Quds pada tahun 1967 M, pasukan perang itu langsung berkerumun di sekitar Tembok Ratapan (al-hâith al-mabkâ) dan meneriakan bersama Moshe Dayan, “Ini-lah hari pembalasan hari pertempuran Khaibar…Duhai dendam Khaibar”. Israel telah mengeksploitasi Gerakan Salib Barat sehingga Barat mendukungnya dengan melakukan demonstrasi di Paris sebelum perang tahun 1967 M dengan membawa banyak spanduk. Jean-Paul Sartre ikut berada di bawah spanduk-spanduk itu. Pada spanduk-spanduk dan berbagai kotak sumbangan untuk Israel itu tertuliskan “Bunuh Kaum Muslim!”.

Tentu saja semangat Pasukan Salib Barat menjadi berkobar-kobar. Masyarakat Prancis rela menyumbangkan sebanyak satu milyar Frank selama empat hari saja untuk mendukung dan memperkuat Zionisme yang terus menerus mengirim surat kepada Pasukan Salib Eropa di wilayah itu, yakni untuk memerangi Islam dan memberangus kaum Muslim.

Dalam satu perkembangan, tak sekalipun tiupan kedengkian Pasukan Salib itu pernah mengalami perbedaan dalam rentang waktu yang amat panjang. Eugene Rostow, kepala bagian perencanaan pada kementerian luar negeri Amerika dan pembantu menteri luar negeri Amerika sekaligus penasehat presiden Johnson untuk urusan Timur Tengah sampai pada tahun 1967 M, mengatakan, “Kita harus mengetahui bahwa perbedaan yang ada diantara kita dan bangsa-bangsa Arab bukanlah perbedaan antara negara atau bangsa. Akan tetapi, merupakan perbedaan antara hadhârah (peradaban) Islam dan hadhârah (peradaban) Kristiani (Masîhiyah). Sebab, pertempuran antara Islam dan Kristen sesungguhnya terus berdarah-darah sejak abad pertengahan. Dan pertempuran itu, masih terus berlangsung hingga kini dengan bentuknya yang berbeda-beda. Sejak satu setengah abad yang lalu, Islam telah tunduk di bawah kekuasaan Barat. Sementara, warisan Islam telah tunduk pada warisan Kristiani”. Eugene Rostow melanjutkan, “Situasi sejarah yang ada semakin menguatkan bahwa Amerika adalah merupakan bagian penyempurna dunia Barat; baik dalam filsafat, akidah maupun dalam sistemnya. Hal inilah yang menjadikan Amerika berdiri memusuhi dunia Timur Islam beserta filasfat dan akidah yang terujud di dalam Islam. Amerika tidak mungkin kecuali harus berdiri pada barisan yang memusuhi Islam dan bersama-sama dengan dunia Barat dan negara Zionis. Sebab, jika Amerika melakukan sebaliknya, itu artinya Amerika telah mengingkari bahasa, filsafat, tsaqafah dan lembaga-lembanganya”. Rostow menjelaskan dan menegaskan bahwa tujuan penjajahan di Timur Tengah tak lain adalah menghancurkan hadhârah (peradaban) Islam. Sementara itu, berdirinya negara Israel adalah merupakan satu bagian dari rancangan-rancangan yang ada. Hal itu tidak lain adalah untuk meneruskan pertempuran Salib.

Willy Claes, Sekjen NATO pada awal tahun sembilan puluhan abad yang lalu, mengatakan, “Telah tiba saatnya bagi kita untuk melepaskan segala macam perbedaan dan permusuhan di masa lalu. Dan saat kita menghadapi musuh hakiki kita semua, itulah Islam!”.

Jean Calvin, pemimpin tertinggi pasukan persatuan NATO pada tahun 1994 M, mengatakan, “Kita telah beruntung pada saat perang dingin. Dan kita kini kembali lagi setelah tujuh puluh tahun dari pertempuran yang kecil menuju sebuah arena pertempuran yang telah berkobar sejak seribu tiga ratus tahun yang lalu. Itulah sebuah petempuran langsung yang amat besar melawan Islam”.

Pemimpin redaksi surat kabar Times dalam sebuah bukunya, Safar Âsiyâ, memberikan nasehat kepada pemerintah Amerika agar membuat kedikatatoran militer di negeri-negeri Islam untuk menghalangi kembalinya Islam yang akan memimpin kaum Muslim, sehingga mereka akan mampu mengalahkan Barat, hadhârah (peradaban) dan penjajahannya”.

Sementara Kissinger, mantan menteri luar negeri Amerika yang sebelumnya dan sekaligus sebagai salah satu teoritisi politik strategi keturunan Yahudi, mengatakan, “Sesungguhnya musuh baru yang harus dihadapi oleh Barat adalah dunia Arab Islam, sebagai sebuah dunia yang menjadi musuh baru bagi Barat”.

Nixon, mantan presiden Amerika , sekaligus sebgai salah satu ahli strategi Amerika, dalam bukunya, al-Furshah al-Sânihah, mengatakan, “Islam bukanlah agama semata. Akan tetapi, ia merupakan dasar bagi sebuah hadhârah (peradaban) yang besar”. Dia juga mengatakan, “Islam dan Barat adalah dua hal yang bertentangan. Dalam padangan Islam dunia terbagi menjadi dua; Dâr al-Islâm dan Dâr al-Harb, dimana yang pertama harus mengalahkan yang kedua”. Terkait kaum Fundamentalis, Nixon mengatakan, “Mereka adalah orang-orang yang bertekad bulat untuk mengembalikan hadhârah (peradaban) Islam dengan cara membangkitkan masa lalu. Mereka juga menyerukan penerapan syari’at Islam dan menyerukan bahwa Islam adalah agama dan negara. Akan tetapi, meskipun mereka melihat masa lalu, mereka sesungguhnya menjadikannya sebagai petunjuk menuju masa depan”.

Dalam bukunya, Shidâm al-Hadharât: ‘I’âdat Shun’ al-Nizhâm al-‘âlamy, Samuel Huntington, mengatakan, “Hubungan antara Islam dan Kristiani biasanya ibarat badai. Keduanya adalah perkara yang berbeda satu sama lain. Pertempuran abad ke dua puluh antara Demokrasi Libral dan Marxism-Leninism sesungguhnya hanya fenomena dangkal yang akan sirna ketika dibandingkan dengan hubungan pertempuran yang terus berlangsung dan mendalam antara Islam dan Kristiani (Masihiyah)”. Samuel juga mengatakan, “Islam adalah satu-satunya haadharah (peradaban) yang membuat keberlangsungan Barat berada dalam keraguan. Hal itu paling tidak telah dua kali dilakukan”. Akan kaitannya dengan faktor-faktor yang menyebabkan pertempuran antara Islam dan Barat di masa mendatang Samuel menyebutkan lima faktor:

· Pertumbuhan penduduk dunia Islam menggantikan jumlah yang amat besar dari para pemuda pengangguran dan tamak yang direkrut menjadi tentara untuk urusan-urusan Islam.

· Kebangkitan Islam telah memberikan kepercayaan (positifisme) baru bagi kaum Muslim pada sifat dasar dan kemampuan hadhârah (peradaban) mereka serta nilai-nilai khas mereka dibandingkan dengan hadharah dan nilai-nilai bagi Barat.

· Usaha Barat penjajah yang terus menerus menyebarkan nilai-nilai dan organisai-organisaniya, serta campur-tangan mereka di dalam pergolakan-pergolakan yang terjadi di dunia Islam telah menyebabkan kekesalan hati yang amat dalam pada diri kaum Muslim.

· Runtuhnya Sosialisme telah melenyapkan musuh bersama bagi Barat dan Islam. Sehingga, tinggal keduanya (Islam dan Barat) yang menjadi musuh yang akan membahayakan satu sama lain.

· Gesekan (friksi) dan percampuran yang terus bertambah antara kaum Muslim dan Barat akan membangkitkan sensifitas-identitas khusunya pada masing-masing pihak. Bagaimana tidak, satu sama lain saling berbeda.

Inilah lima faktor-faktor terpenting bagi terjadinya pertempuran antara Barat dan Islam dan terus akan berjalan kedepan menuju sebuah pertempuran baru.

Pada 16/12/2008 M, Bush tiba di Afganistan dalam kunjungan terakhirnya kepada sekutunya, Karzay, setelah mengunjungi Iraq yang menyebabkan dirinya mendapat lemparan sepatu yang menghinakan itu. Di antara yang ia katakan –pada waktu itu, “Saya ingin berterima kasih kepada presiden Karzay dan ingin menyampaikan kepada rakyat Afganistan bahwa Amerika Serikat (AS) mendukung mereka dan terus akan mendukung mereka dalam perjuangan yang amat panjang dalam memerangi terorisme dengan pertimbangan bahwa pertempuran keyakinan memang memakan waktu yang amat panjang”.

Inilah setetes dari lautan penjelasan yang akan mengungkap apa yang tersembunyi di balik jiwa-jiwa kaum Barat yang kotor lagi pendengki itu. (sumber : majalah alwaie Arab edisi Khusus)